JAVASATU.COM- Selama lebih dari tiga dekade, Prof. Dr. Ir. Ali Agus, IPU, ASEAN Eng., konsisten menekuni riset dan inovasi peternakan. Kini, buah dari pengabdiannya di dunia akademik dan laboratorium itu membawanya ke lingkaran inti pembuat kebijakan nasional: sebagai Tenaga Ahli Menteri Pertanian Bidang Hilirisasi Produk Peternakan.

“Saya mulai mengajar sejak 1990. Selama 35 tahun, saya fokus pada teknologi nutrisi dan pakan, karena pakan menyumbang 60–70% biaya peternakan,” ungkap Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada itu, Selasa (3/6/2025), di Jakarta.
Kementerian Pertanian saat ini tengah menyusun roadmap swasembada protein hewani 2025–2035. Sebuah dokumen strategis yang tak lepas dari tangan dingin Prof. Ali Agus, yang juga menjadi arsitek di balik banyak terobosan bidang peternakan, mulai dari teknologi pakan, pengembangan genetik sapi unggul, hingga sistem distribusi hasil ternak.
Salah satu inovasinya yang menonjol adalah Fermented Complete Feed (FCF), yakni pakan fermentasi lengkap yang menggabungkan hijauan, konsentrat, vitamin, dan mineral dalam satu paket. Inovasi ini terbukti menyelamatkan peternak saat krisis pakan melanda akibat kemarau panjang atau wabah penyakit mulut dan kuku (PMK).
Prof. Ali juga menggagas pengembangan sapi unggul “Gama” (Gagah dan Macho), hasil persilangan antara Sapi Brahman betina dan Belgian Blue jantan. Tak hanya itu, ia menciptakan imunobooster berbasis pakan untuk meningkatkan daya tahan ternak.
Rekam jejaknya menjangkau lebih dari dunia akademik. Mantan Dekan Fakultas Peternakan UGM ini juga menjabat Komisaris Utama PT Widodo Makmur Perkasa dan Komisaris Holding BUMN Pangan ID FOOD. Peran strategisnya menyatukan tiga dunia: riset, industri, dan kebijakan publik.
Kini, dengan latar belakang ilmiah yang kokoh, Prof. Ali ditugaskan membantu menyusun peta jalan penyediaan daging, telur, dan susu nasional, yang memrupakan pondasi penting bagi keberhasilan program Makan Bergizi Gratis (MBG) Presiden Prabowo Subianto.
Meski Indonesia termasuk produsen telur terbesar ketiga dunia, konsumsi protein penduduknya masih tertinggal. Rata-rata asupan protein hanya 62 gram per kapita per hari, jauh di bawah Malaysia (159 gram), Thailand (141 gram), dan Filipina (93 gram).
“Kita butuh SDM unggul agar bonus demografi tidak terbuang sia-sia. Anak-anak sehat dan tidak stunting hanya bisa terwujud dengan kecukupan protein hewani,” tegasnya.
Dari jerami padi hingga istana negara, perjalanan panjang Prof. Ali Agus menjadi bukti bahwa sains, jika ditekuni dengan konsisten, bisa mengubah nasib bangsa. (Saf)