JAVASATU.COM- Konsep wakaf kini tak lagi sebatas pembangunan masjid atau makam. Yayasan Gerakan Wakaf Indonesia (GWI) berhasil mengubah lahan wakaf menjadi aset produktif berupa kebun pisang Cavendish seluas lima hektar di Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban. Program ini menjadi contoh nyata pemanfaatan wakaf modern yang memberi nilai ekonomi sekaligus manfaat sosial bagi masyarakat.

Ketua Umum Gerakan Wakaf Indonesia (GWI), Susi Soedarsono, mengatakan program wakaf produktif di Tuban telah menunjukkan hasil nyata. Pada panen kedua, kebun pisang Cavendish menghasilkan tandan dengan berat rata-rata 15–20 kilogram per pohon, membuktikan bahwa wakaf bisa dikelola secara modern dan bernilai ekonomi tinggi.
“Melihat hasil panen di Tuban, kami kini mulai menanam lagi di Bojonegoro seluas tiga hektar. Beberapa daerah lain juga sudah mengajukan kerja sama untuk mengembangkan program serupa,” ujar Susi, Minggu (9/11/2025).
Susi menjelaskan, program wakaf produktif ini tidak hanya berorientasi pada keuntungan finansial, tetapi juga memiliki nilai sosial yang kuat. Lahan wakaf dikelola dengan melibatkan warga sekitar sebagai tenaga kerja, sekaligus memberikan pelatihan pertanian dan manajemen hasil panen.
“Wakaf produktif bukan sekadar investasi, tapi jalan untuk membangun kemandirian ekonomi umat. Kami ingin membuktikan bahwa wakaf bisa hidup, menghasilkan, dan memberdayakan,” tegasnya.
Selama tujuh tahun terakhir, GWI konsisten mendorong gerakan wakaf produktif di berbagai sektor. Lembaga ini aktif melakukan sosialisasi ke kampus, instansi pemerintahan, hingga Bank Indonesia untuk mengubah persepsi masyarakat tentang pengelolaan wakaf.
“Selama ini banyak yang menganggap wakaf hanya untuk masjid atau makam. Padahal, jika dikelola dengan cara produktif, tanah wakaf bisa menjadi sumber ekonomi berkelanjutan yang menyejahterakan umat,” tambah Susi.
Kepala Subdirektorat Bina Kelembagaan Zakat dan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) RI, Muhibuddin, S.Fil.I., M.E, mengapresiasi langkah inovatif tersebut. Ia menilai kebun wakaf produktif seperti ini bisa menjadi solusi pemberdayaan ekonomi umat tanpa harus bergantung pada bantuan sosial.
“Kalau semua pengelola zakat dan wakaf melakukan hal produktif seperti ini, tentu berbagai jenis bantuan sosial tidak lagi diperlukan. Kami akan meninjau kembali izin bagi lembaga wakaf yang pasif, baik dalam laporan maupun kegiatan,” tegas Muhibuddin saat meninjau langsung kebun pisang di Tuban, Minggu (9/11/2025).
Muhibuddin berharap gerakan serupa terus dikembangkan oleh lembaga wakaf di seluruh Indonesia.
“Kemenag mendorong agar wakaf produktif seperti ini menjadi contoh nasional. Tanah wakaf harus dikelola secara modern agar manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujarnya.
Menurut Abed Muslim, lulusan UGM yang menjadi pengelola kebun, pisang Cavendish mulai berbuah pada usia sembilan bulan. Dengan produktivitas tinggi dan biaya yang terukur, hasilnya bisa memberi keuntungan berlipat.
Ia menjelaskan, dalam satu hektar lahan dapat ditanami 2.000-2.500 pohon pisang. Dengan harga jual per tandan sekitar Rp70.000-Rp78.000 dan biaya tanam sekitar Rp60.000 per batang, pengelola masih memperoleh margin keuntungan yang sehat. (kim/arf)