JAVASATU.COM- Keputusan pemerintah Thailand untuk mendeportasi 48 pengungsi Uyghur ke China pada 27 Februari 2025 menuai reaksi dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang mengecam adalah Indonesia National Youth Council (NYC Indonesia) – Türkiye Representative Board, yang menyoroti potensi pelanggaran hak asasi manusia dalam deportasi tersebut.

Menurut laporan, para pengungsi Uyghur tersebut telah berada di Thailand selama hampir satu dekade dalam kondisi yang penuh keterbatasan, dengan harapan mendapatkan perlindungan.
Namun, deportasi mereka dilakukan tanpa transparansi yang memadai dan tanpa keterlibatan lembaga kemanusiaan, sehingga menimbulkan kekhawatiran terkait keselamatan mereka setelah kembali ke China.
Sekretaris Jenderal NYC Indonesia – Türkiye Representative Board, Ahmad Samhan Daud, menyatakan bahwa keputusan ini menimbulkan kekhawatiran komunitas internasional terhadap perlindungan hak asasi pengungsi.
“Kami berharap ada langkah konkret untuk memastikan hak-hak dasar para pengungsi tetap dihormati serta mendorong dialog guna mencari solusi yang lebih adil dan manusiawi,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi media ini.
Ketua NYC Indonesia – Türkiye Representative Board, Fauzul Azhim juga menyoroti bahwa deportasi ini berisiko melanggar prinsip non-refoulement, yang tertuang dalam Konvensi Pengungsi 1951 dan Konvensi Menentang Penyiksaan PBB.
Ia mengungkapkan bahwa berbagai laporan organisasi hak asasi manusia menunjukkan bahwa pengungsi Uyghur yang dikembalikan ke China berpotensi menghadapi penahanan sewenang-wenang dan perlakuan tidak manusiawi.
Thailand hingga saat ini belum memberikan pernyataan rinci terkait keputusan deportasi tersebut.
Sementara itu, berbagai organisasi internasional, termasuk PBB dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), diharapkan dapat mengambil langkah-langkah guna memastikan perlindungan bagi para pengungsi yang terdampak. (Saf)