JAVASATU.COM- Jumlah pengaduan ke Dewan Pers melonjak tajam hingga 100 persen pada semester pertama 2025 dibanding periode yang sama tahun lalu. Data yang dirilis dalam jumpa pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa (5/8/2025), menunjukkan ada sekitar 780 aduan yang masuk sejak Januari hingga akhir Juli 2025, naik dari 300 aduan pada 2024.

Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Muhammad Jazuli, menyebut lonjakan ini disebabkan dua faktor utama: meningkatnya kesadaran publik untuk melapor ketika dirugikan oleh pemberitaan, serta menjamurnya media baru, khususnya online, yang tidak diimbangi peningkatan kualitas jurnalis.
“Banyak yang belum memiliki kompetensi wartawan, bahkan keterampilan dasar jurnalistik pun masih minim. Imbasnya, karya jurnalistik yang diproduksi rawan melanggar kode etik,” ujar Jazuli dalam siaran langsung jumpa pers di channel resmi Dewan Pers.
Dari 625 aduan yang diterima selama semester I 2025, sebanyak 424 kasus atau 67,84 persen berhasil diselesaikan. Mayoritas keputusan dimenangkan oleh pihak pengadu, yang terdiri dari individu, instansi pemerintah, hingga perusahaan. Rekor aduan bulanan terjadi pada Juni 2025 dengan 199 kasus.
Penyelesaian kasus dilakukan melalui tiga mekanisme:
-
Surat – digunakan jika pelanggaran jelas atau tidak ditemukan pelanggaran sama sekali, tanpa mediasi.
-
Risalah – dilakukan setelah mendengar keterangan kedua pihak.
-
Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) – diambil jika mediasi gagal, bersifat mengikat bagi kedua pihak.
Pasca-penanganan kasus, Dewan Pers fokus pada edukasi dan peningkatan kompetensi melalui uji kompetensi wartawan (UKW), workshop, serta literasi kode etik untuk wartawan, media, dan publik. Namun, Jazuli mengungkapkan kuota UKW nasional anjlok dari 800 menjadi hanya 200 peserta per tahun akibat pemangkasan anggaran negara.
“Wartawan harus memahami kode etik, media wajib patuh pada ketentuan, dan publik perlu tahu cara mengonsumsi berita yang benar. Jika ini berjalan, aduan bisa diminimalkan,” tegasnya. (saf)