JAVASATU.COM- Proyek rehabilitasi Gedung Diponegoro kelas 1, 2, dan 3 beserta atap di RSUD Kanjuruhan, Kabupaten Malang, mengalami keterlambatan atau molor dari jadwal kontrak. Meski masa pelaksanaan berakhir pada 14 Desember 2025, hingga kini pekerjaan masih berlangsung di lokasi proyek.

Pejabat Penandatangan Kontrak (PPK) Subbag Rehabilitasi dan Pemeliharaan RSUD Kanjuruhan, Rudi Kurniawan, menyebut keterlambatan terjadi karena progres pekerjaan tidak memenuhi target harian yang telah ditetapkan dalam kontrak.
“Progres di lapangan belum sesuai target. Karena itu penyedia mengajukan permohonan perpanjangan waktu,” ujar Rudi saat ditemui Javasatu.com, Senin (22/12/2025).
Proyek tersebut dikerjakan CV Melati Kurai dengan nilai kontrak Rp2.055.283.520. Berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), pekerjaan dimulai pada 20 Oktober 2025 dengan durasi 55 hari kalender dan target rampung 14 Desember 2025.
Rudi menjelaskan, perpanjangan waktu dimungkinkan sesuai Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, namun tidak diberikan secara otomatis.
“Penambahan waktu ditentukan berdasarkan evaluasi progres riil di lapangan,” tegasnya.

Hasil evaluasi bersama pengawas dan kontraktor menyepakati perpanjangan. Awalnya kontraktor mengajukan tambahan waktu hingga 22 Desember, lalu kembali meminta perpanjangan satu minggu hingga 28 Desember 2025.
“Permohonan sampai 28 Desember masih dimungkinkan karena proyek ini tidak melewati tahun anggaran dan bukan multiyears,” jelas Rudi.
Meski diberi tambahan waktu, PPK menegaskan denda keterlambatan tetap diberlakukan. Denda dihitung sebesar satu per seribu dari nilai kontrak per hari sejak 14 Desember hingga batas akhir perpanjangan.
“Denda berjalan sesuai jumlah hari keterlambatan,” katanya.
Jika hingga 28 Desember pekerjaan belum tuntas, akan dilakukan stock opname bersama konsultan pengawas. Pembayaran hanya dilakukan sesuai progres pekerjaan yang benar-benar selesai.
“Kalau progres baru 90 persen, maka dibayar 90 persen. Sisanya akan dikonsultasikan untuk penyelesaian di tahun anggaran berikutnya sesuai mekanisme,” ujarnya.
Rudi juga menegaskan keterlambatan berpotensi berujung sanksi administratif, termasuk pencabutan SPMK.
“Konsekuensi sudah diatur jelas dalam SPMK dan itu menjadi dasar langkah selanjutnya,” pungkasnya.

Sementara itu, Direktur Cabang CV Melati Kurai, Arsa Ramdhani, mengakui keterlambatan proyek. Ia menyebut waktu pelaksanaan yang singkat serta kondisi pekerjaan rehabilitasi di luar perkiraan menjadi penyebab utama.
“Kontrak kami hanya 55 hari dan itu sangat mepet. Selain itu, pekerjaan bongkaran di awal ternyata membutuhkan waktu lebih lama dari perkiraan,” kata Arsa, saat dikonfirmasi Javasatu.com melalui sambungan telepon, Senin (22/12/2025).
Ia menegaskan pihaknya telah mengajukan perpanjangan waktu sesuai regulasi pengadaan dan memahami konsekuensi denda keterlambatan.
“Denda satu per seribu dari nilai kontrak kami terima dan kami patuhi. Selama progres terpenuhi di masa perpanjangan, pekerjaan akan kami selesaikan,” ujarnya. (saf)
Comments 1