JAVASATU.COM-MALANG- Pembongkaran salah satu pagar tribun di Stadion Kanjuruhan, Kepolisian Resor (Polres) Malang menyimpulkan bahwa itu bukan Obstruction of Justice. Pernyataan itu sekarang menjadi polemik pada beberapa pihak.

Salah satunya yang angkat bicara adalah Koordinator Badan Pekerja Pro Desa Ahmad Khoesairi. Yang menilai ucapan Kepolisian terkait pembongkaran pagar Tribun Stadion Kanjuruhan tidak berhubungan dengan Obstruction of Justice, bahkan dikatakan, beda kasus, berpotensi memicu kekecewaan publik.
“Pernyataan itu (Pembongkaran pagar Tribun Stadion Kanjuruhan tidak berhubungan dengan Obstruction of Justice atau beda kasus) berpotensi membuka pintu aksi,” ucap Khoesaeri, saat dihubungi, Rabu (14/12/2022).
Menurut Khoesaeri, pernyataan itu kurang tepat dan dikhawatirkan akan dapat memicu permasalah lagi. Meski diakui perbedaan pendapat itu sudah biasa.
“Polisi mau bilang apa, ya terserah, mereka yang berkuasa atas penyidikan dan proses hukum lainnya. Tapi mesti diingat, arek-arek Malang juga punya hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, kita semua berhak untuk memprotesnya,” jelasnya.
Untuk itu, lanjut Khoesaeri, diharapkan dalam perkara tersebut Polisi dapat mengungkap perkara sesuai dengan fakta yang ada.
“Kami berharap, polisi mengusut kasus-kasus yang berkaitan dengan tragedi Kanjuruhan sesuai fakta yang ada. Jangan ada yang di tutup-tutupi. Sampaikan saja kepada masyarakat atas hasil penyelidikan dan penyidikannya. Masyarakat berhak tahu,” tegasnya.
Terpisah, Pendamping Saksi dan Korban yang tergabung dalam Sahabat Saksi Korban (SSK) tragedi Kanjuruhan, Eryk mempertanyakan tentang pernyataan bahwa yang dibongkar itu bukan bagian dari Tempat Kejadian Perkara (TKP), padahal posisi pembongkaran jelas-jelas berada di dalam Stadion Kanjuruhan.
“Karena dalam sebuah tindakan atau peristiwa hukum pasti ada mens rea nya, sedangkan menurut pemahaman saya, pasal 221 ayat 2 KUHP itu sebagai mens rea sedangkan pasal 170 KUHP sebagai actus reus,” katanya.
Eryk menjelaskan, mens rea tersebut merupakan sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan atau niat jahatnya. Jadi dalam perkara ini, pasal 221 ayat 2 atau Obstruction of Justice bisa jadi mens rea nya.
“Jika tidak didapat Obstruction of Justice pada pemeriksaan CV. AJT (CV Anam Jaya Teknik), maka bisa jadi itu ada di sang Pemberi SPK (Surat Perintah Kerja), itu pun harus dibuktikan bahwa SPKnya asli atau bukan, yang pasti pembongkaran itu dilaksanakan di dalam Stadion Kanjuruhan yang menjadi TKP tragedi Kanjuruhan,” tukasnya. (Agb/Arf)