JAVASATU.COM-MALANG- Warga Dusun Jatirenggo, Desa Talok, Kecamatan Turen Kabupaten Malang berpolemik dengan PT Dian Maharani Prakoso, pengembang Perumahan Dewari Mentaraman Turen.

Diketahui, warga setempat mempermasalahkan keberadaan bangunan drainase yang mengarah ke pemukiman dan kedua terkait ketersediaan tanah lapang untuk makam serta fasilitas umum (fasum) lainnya.
Dalam pertemuan yang difasilitasi Komisi III DPRD Kabupaten Malang itu mengundang, perwakilan warga yang didampingi Koordinator Badan Pekerja LSM ProDesa, pihak pengembang perumahan, Kepala Desa Talok serta Camat Turen. Pertemuan ini untuk dengar pendapat umum kedua pihak.
Usai pertemuan, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang Dra. Hj. Tutik Yunarni mengatakan, usai dilakukan mediasi, dua poin permasalahan itu akhirnya telah disepakati oleh kedua pihak.
“Selanjutnya setelah ada kesepakatan ini, kami akan melaporkan hasilnya kepada Ketua DPRD. Termasuk mengawal serta akan turun langsung mengawasi kesepakatan yang sudah ada. Kebetulan lokasinya satu daerah dengan saya,” terang Tutik Yunarni, Rabu (6/7/2022).

Yunarni menerangkan, poin pertama terkait aliran drainase, pada kesepakatan awal aliran drainase diarahkan ke Timur. Namun dalam pelaksanaannya, aliran air drainase justru diarahkan ke Barat yang mengarah ke perkampungan warga.
“Masyarakat memprotes aliran drainase itu, karena sebelum ada perumahan perkampungan sudah menjadi langganan genangan air saat hujan. Kalau ditambah dengan drainase malah terjadi banjir,” jelas Titik Yunarni yang dibenarkan Koordinator Badan Pekerja LSM ProDesa Achmad Kusairi.
Sedang alasan pengembang mengarahkan ke Barat, dikatakan Yunarni, karena sesuai rekomendasi teknis dari dinas PU SDA Kabupaten Malang, untuk mengantisipasi banjir. Tetapi kenyataan di lapangan sebenarnya tidak sesuai.
“Akhirnya dari pertemuan ini tadi disepakati aliran drainase ke Barat ditutup. Pengembangan akan mengalihkan aliran drainase ke Timur yang menuju langsung ke Sungai Lesti,” tuturnya.
Untuk poin kedua terkait ketersediaan tanah lapang. Dimana tanah lapang itu untuk makam dan fasilitas umum lainnya. Diungkapkan Yunarni, persoalan kedua inilah yang sempat masuk ranah penyelidikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Malang.

Pada proses ketersediaan lahan, kata Yunarni, pihak pengembang mempercayakan ke desa untuk mencarikan. Dengan menyediakan anggaran Rp 120 juta atau sesuai dengan jumlah 120 unit rumah yang akan di bangun.
Pada poin kedua ini, masih Yunarni, Kejari Kabupaten Malang menyelidiki setelah ada pengaduan masyarakat (Dumas), karena ada indikasi lahan yang ditawarkan adalah tanah aset desa. Setelah dimediasi, akhirnya desa mengembalikan biaya sebesar Rp 58,8 juta. Sisanya Rp 61,1 juta lebih adalah biaya untuk membeli lahan.
“Namun dari pertemuan ini tadi, desa mengembalikan sisa uangnya. Kemudian disepakati desa tetap mencarikan lahan. Setelah dapat lahannya, pengembang yang membayar langsung biayanya,” urainya.
Terakhir Tutik Yunarni menandaskan, warga bergejolak karena setelah dua tahun berjalan tidak ada titik temu. Baru setelah dimediasi DPRD Kabupaten Malang, akhirnya antara warga dan pengembang sudah ada kesepakatan. (Agb/Saf)