email: javasatu888@gmail.com
  • Beranda
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • EKONOMI
  • PEMERINTAHAN
  • POLITIK
  • HUKUM
  • OLAHRAGA
  • WISATA & KULINER
  • ESAI
Javasatu.com
Kamis, 21 Agustus 2025
No Result
View All Result
Javasatu.com
No Result
View All Result

Belajar Mencintai Kota Malang dari dr. Tjipto

by Redaksi Javasatu
4 Mei 2023
ADVERTISEMENT
Sam WES. (Foto: Istimewa)

Belajar Mencintai Kota Malang dari dr. Tjipto

Penulis: Wahyu Eko Setiawan/ Sam WES
Pendiri Sekolah Pancasila

Hari Kebangkitan Nasional Bangsa Indonesia diambil sejarahnya dari pendirian Boedi Utomo. Organisasi ini pada awalnya merupakan gagasan dari dr. Wahidin Soedirohusodo, yang pada saat itu mengunjungi Sekolah Kedokteran STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen).

Di STOVIA, dr. Wahidin Soedirohusodo bertemu dengan dr. Soetomo, Soeradji Tirtonegoro dan Goenawan Mangoenkoesoemo. Tiga orang tersebut kemudian berkumpul bersama Mochamad Saleh, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Raden Angka Prodjosoedirdjo, Raden Mas Goembrek dan Soewarno. Semuanya tercatat sebagai para pendiri Boedi Utomo. Namun demikian, yang paling mempengaruhi kecemerlangan organisasi Budi Utomo adalah kehadiran dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, yang kemudian lebih dikenal dengan nama: dr. Tjipto.

Dalam berbagai catatan pribadinya, bahkan dr. Soetomo sangat mengagumi kecemerlangan pemikiran dr. Tjipto. Menurut dr. Soetomo, bahwa dr. Tjipto lah yang menjadi tokoh utama dalam pergerakan Kebangkitan Nasional. Ada lima tokoh utama pergerakan Kebangkitan Nasional yang kita kenal, yaitu: (1) dr. Soetomo; (2) dr. Wahidin Soedirohoesodo; (3) RM. Soewardi Soerjaningrat; (4) Dr. Douwes Dekker; dan (5) dr. Tjipto. Pergerakan Kebangkitan Nasional yang mereka gerakan dimulai tahun 1900 an. Kemudian mendapatkan titik awalnya dengan berdirinya Perkumpulan Boedi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908.

Meskipun dr. Tjipto membawa pengaruh pemikiran Nasionalisme yang sangat besar di dalam Perkumpulan Boedi Utomo, namun telah disepakati bahwa yang disebut sebagai Bapak Kebangkitan Nasional adalah: dr. Wahidin Soedirohoesodo. Karena memang gagasan awal berdirinya Boedi Utomo adalah berasal dari dr. Wahidin Soedirohoesodo.

Sedangkan dr. Tjipto lebih dikenal sebagai Bapak Pergerakan Kemerdekaan Indonesia. Beliau dikenal sebagai Tiga Serangkai bersama Dr. Douwes Dekker dan RM. Soewardi Soerjaningrat (Ki Hajar Dewantara). Tiga Serangkai inilah yang setia, teguh dan konsisten memperjuangkan pemikiran pemerintahan sendiri atau kemerdekaan seluruh Bangsa Indonesia. Yang saat itu belum tercetus nama “Indonesia”, yang ada adalah nama “Hindia Belanda”.

Tiga Serangkai tersebut mendirikan organisasi Indische Partij. Yaitu suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri yang berdaulat dan merdeka. Melawan pemerintahan Belanda. Dalam melawan pemerintahan Belanda, Tiga Serangkai menggunakan senjatanya yang paling ampuh, yaitu: Tulisan Pemikiran. Yang banyak dimuat dalam beberapa bentuk, yaitu: Harian de Express, Majalah het Tijdschrift, Majalah De Indier, Majalah Indsulinde, Majalah Goentoer Bergerak, Harian De Beweging, Harian Madjapahit dan Surat Kabar Pahlawan.

Lantas, apa hubungan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dengan Kota Malang? Singkatnya, dr. Tjipto dilahirkan pada tanggal 4 Maret 1886, di desa Pecangakan, Jepara, Karesidenan Semarang. Pada saat terjadi wabah Pes (Sampar) yang dahsyat melanda Jawa Timur, yaitu mulai tahun 1910 – 1916, yang paling mengerikan adalah di wilayah Malang Raya, khususnya di Kota Malang.

BacaJuga :

OPINI: Refleksi HUT ke-80 RI, Sehat Mental Wujud Merdeka yang Sesungguhnya

Mari Mengenal Islam Sosialis bukan Sosialis Islam!

Pada saat itu, digambarkan kondisinya sangat mengerikan karena banyaknya orang yang meninggal dunia di Kota Malang. Jumlahnya mencapai puluhan ribu. Hingga ada unen-unen, “Isuk lara, bengi mati. Bengi lara, isuk mati”. Setiap harinya, puluhan hingga ratusan orang meninggal dunia. Para dokter Belanda sangat diskriminatif, mereka tidak mau melayani dan merawat kaum pribumi. Para Priyayi dan pejabat di Kota Malang, sama sekali tidak mau menolong rakyat kecil yang sangat menderita sakit dan kelaparan akibat wabah Pes/ Sampar.

dr. Tjipto sangat geram dengan perlakuan para dokter Belanda, para priyayi dan para pejabat di Kota Malang. Mereka semuanya sangat feodal, tidak berperi-kemanusiaan dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Kemudian, dr. Tjipto mendaftarkan diri secara sukarela untuk datang ke Kota Malang, demi untuk membantu para korban pandemi Pes/ Sampar yang sedang sangat mengganas di Kota Malang. Permintaan itu dikabulkan oleh pemerintahan Belanda.

Kehadiran dr. Tjipto di Kota Malang merupakan berkah bagi seluruh warga Kota Malang pada saat itu. Tidak segan-segan, dr. Tjipto langsung datang berkeliling ke seluruh daerah di Kota Malang. Mengobati pasien Pes, bahkan tanpa masker atau penutup hidung sama sekali. Berhadapan dengan para pasien Pes, dr. Tjipto menunjukkan sifat budi pekerti luhurnya. Dia menangani pasien Pes dengan penuh welas asih, rasa kemanusiaan dan berdedikasi tinggi. Padahal, di kalangan kaum Pergerakan Nasional, selama ini dr. Tjipto dikenal sebagai sosok yang keras, lugas, tegas dan bahkan radikal dalam perilaku serta pemikirannya.

Selama di Kota Malang menangani puluhan ribu pasien Pes, dr. Tjipto dibantu oleh para relawan yang berasal dari Pribumi dan Tionghoa. Ada tiga nama yang pernah disebutkan, yaitu Bambang yang diperkirakan berasal dari warga Tjelaket, Broto yang diperkirakan berasal dari warga Bedali dan Tarji yang diperkirakan berasal dari warga Pakisaji. Namun, ketiga nama tersebut kalah tenar dengan satu nama, yaitu: Pestiati. Nama Pestiati melekat saat membahas perjuangan dr. Tjipto selama berada di Kota Malang menangani wabah Pes. Pestiati adalah nama seorang anak yang diberikan oleh dr. Tjipto, ketika menemukannya di antara kobaran api yang melahap sebuah rumah terbakar. Pada saat itu, warga percaya dengan membakar rumah yang isinya terpapar habis meninggal dunia akibat wabah Pes, maka wabah Pes tidak akan menyebar ke lingkungan sekitar. Ketika rumah tersebut dibakar, terdengar tangisan seorang anak di dalamnya. Tanpa berpikir panjang, dr. Tjipto masuk ke dalam rumah yang sedang terbakar api berkobar-kobar tersebut. Kemudian, dr. Tjipto menyelamatkan anak tersebut. Gadis mungil tersebut diangkat menjadi anaknya dr. Tjipto, yang kemudian diberi nama Pestiati.

Keberanian, dedikasi dan pengorbanan dr. Tjipto selama menangani korban wabah Pes di Kota Malang, kemudian mendapatkan penghargaan bintang jasa Orde Nassau atau Ridder in de orde der Nederlandsche Leuw, yang diberikan oleh Ratu Wilhelmia pada tahun 1912. Namun kemudian penghargaan tersebut dikembalikan oleh dr. Tjipto, karena dr. Tjipto terus melawan pemerintahan Belanda. Bahkan konon ceritanya, penghargaan tersebut pernah ditaruh di pantatnya, sebagai bentuk protes terhadap feodalisme dan perlawanan atas kesombongan para priyayi serta pejabat pribumi yang menindas rakyat kecil.

Kemudian, dr. Tjipto bersama Tiga Serangkai, diasingkan ke beberapa daerah di Indonesia. Namun demikian, dr. Tjipto tetap melakukan perlawanan terhadap pemerintah Belanda. Pada beberapa kesempatan, dr. Tjipto selalu mengutarakan pentingnya persatuan dan kesatuan seluruh rakyat untuk merebut kedaulatan dan kemerdekaan. Dr. Tjipto lah yang menyerukan inspirasi persatuan dan kesatuan dari Jong Java, Jong Celebes, Jong Borneo, Jong Sumatra dan lain-lainnya. Agar mampu membentuk kekuatan untuk mendirikan pemerintahan sendiri dan merdeka. Hingga akhir hayatnya, di dalam pengasingan dirinya oleh pemerintah Belanda, dr. Tjipto disodori sebuah perjanjian agar bisa pulang kembali ke Jawa. Syarat utama dari perjanjian tersebut adalah dr. Tjipto harus meninggalkan hak politiknya dan tidak lagi menyuarakan pemikirannya untuk pemerintahan sendiri dan merdeka. Namun, perjanjian itu langsung dirobek-robek di hadapan para jenderal dan pejabatnya. Lantas dr. Tjipto mengatakan dengan tegas, “Lebih baik saya mati di pengasingan, di Banda, daripada saya harus melepaskan hak politik dan mengubur cita-cita kemerdekaan!”

Sampai akhir hayatnya, dr. Tjipto terus melawan pemerintah Belanda, keras kepada para priyayi yang berperilaku feodal dan selalu berani melawan siapa saja yang menginjak-injak penderitaan rakyat jelata. Akibat penyakit asma yang kronis, dr. Tjipto Mangunkoesoemo menghembuskan nafas terakhir, meninggal dunia pada tanggal 8 Maret 1943. Beliau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Menurut catatan dr. Soetomo, suatu saat dr. Tjipto pernah mengatakan bahwa ketika Beliau meninggal dunia, Beliau ingin disemayamkan bersama rakyat jelata di sebuah pemakaman yang berlokasi di Kota Malang. Namun wasiat tersebut tidak bisa dilaksanakan pada akhirnya.

Meskipun tidak dilahirkan di Kota Malang, dan hanya sebentar mengabdi di Kota Malang untuk menangani pasien wabah Pes, ternyata rasa cinta dr. Tjipto kepada Kota Malang begitu sangat besar dan mendalam. Seperti kecintaan dan kasih sayangnya kepada seluruh rakyat jelata yang dilayaninya dengan sepenuh hati sebagai seorang dokter. Pengabdiannya kepada rakyat jelata, serta perjuangan dan pengorbanannya untuk meraih cita-cita Kemerdekaan, begitu sangat luar biasa besarnya. Hingga akhir hayatnya, tunai sudah janji bhakti.

Mari merayakan dan menyambut Bulan Kebangkitan (20 Mei 2023) ini, di Kota Malang dengan mengenang, menghayati dan Belajar Mencintai Kota Malang dari dr. Tjipto. (*)

Bagikan ini:

  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
Tags: Sam WESSejarah MalangWahyu Eko Setiawan

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

BERITA TERBARU

Pakar UMM: Agama Hanya Dijadikan Justifikasi Aksi Terorisme

Residivis Jambret di Malang Ditangkap Lagi, Baru Sebulan Bebas Sudah Beraksi

ADVERTISEMENT

Kejati Jatim Sita Rp5,4 Miliar dan Tiga Bidang Tanah Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan Polinema

Kabupaten Malang Siapkan Migran Center, Perkuat Perlindungan Pekerja Migran

Pemkab Malang Siapkan Migran Center, LTSA Kepanjen Jadi Lokasi Pilot Project

Prev Next

POPULER HARI INI

Diskon Pajak 80% dari Bupati Yani, Warga Gresik Serbu Kantor Kecamatan Bayar PBB

Publik Nilai Tepat, Irjen Pol Suyudi Ario Seto Dipromosikan Jadi Komjen dan Kepala BNN

PKK Kecamatan Gresik Gelar Lomba Penyuluhan 10 Program Pokok, Dorong Kreativitas dan Kemandirian

Panglima TNI Rotasi 414 Pati, Perkuat Regenerasi dan Soliditas Pertahanan

Golkar Gresik Akan Musda XI 2 September, Cari Ketua Baru Pengganti Ahmad Nurhamim

BERITA LAINNYA

Puspen TNI Terima Atase Pers AS, Perkuat Diplomasi Pertahanan lewat Komunikasi Strategis

KM Osela Tenggelam di Bangka Belitung, Bakamla Terjunkan Unsur Laut Bantu Cari Korban

PLN Dorong Perempuan Berdaya Lewat Seminar Women Empowerment di Pacitan

Panglima TNI Rotasi 414 Pati, Perkuat Regenerasi dan Soliditas Pertahanan

Bakamla RI dan Angkatan Laut Singapura Perkuat Kerja Sama Keamanan Maritim

Prev Next

BERITA KHUSUS

DPRD Kabupaten Malang dan Bupati Sanusi Sepakat Perkuat Tata Kelola Daerah

RSUD Gresik Sehati Resmi Dibuka, Percepat Akses Layanan Kesehatan di Gresik Selatan

Prev Next

POPULER MINGGU INI

Diskon Pajak 80% dari Bupati Yani, Warga Gresik Serbu Kantor Kecamatan Bayar PBB

Publik Nilai Tepat, Irjen Pol Suyudi Ario Seto Dipromosikan Jadi Komjen dan Kepala BNN

Umpatan “Ndasmu” Menurut Rasa Bahasa Jawa

SDN Tanah Kalikedinding I Surabaya Meriahkan HUT ke-80 RI dengan Lomba Tradisional

PKK Kecamatan Gresik Gelar Lomba Penyuluhan 10 Program Pokok, Dorong Kreativitas dan Kemandirian

  • Tentang Javasatu
  • Redaksi
  • Kebijakan Privasi
  • Pedoman Siber
  • Kode Perilaku Perusahaan
  • Perlindungan Wartawan

© 2025 Javasatu. All Right Reserved

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

  • Beranda
  • PENDIDIKAN
  • KESEHATAN
  • EKONOMI
  • PEMERINTAHAN
  • POLITIK
  • HUKUM
  • OLAHRAGA
  • WISATA & KULINER
  • ESAI

© 2025 Javasatu. All Right Reserved