Moderasi Beragama Jangan Kebablasan
Oleh: Wawan Susetya – Sastrawan-budayawan dan penulis buku anggota Satupena Jawa Timur, tinggal di Tulungagung Jatim
Akhir-akhir ini ramai sekali pembahasan mengenai moderasi beragama, bukan moderasi agama. Nampaknya, diperlukannya konsep moderasi beragama tersebut karena diduga ada kelompok tertentu yang berusaha memaksakan kehendak kepada kelompok lain di masyarakat. Mereka cenderung meng-kafir-kafirkan (menyesatkan, menganggap sesat) kelompok lain dalam Agama Islam, sebaliknya mereka mengklaim kelompok mereka-lah yang benar. Meski organisasi mereka telah dibubarkan oleh pemerintah, tetapi apakah serta-merta tokoh-tokoh mereka lantas diam tidak atau tidak melakukan gerakan di masyarakat?
Memang organisasi mereka telah dibubarkan, tetapi yang namanya ideologi tidak bisa mati hanya karena telah dibubarkan organisasinya. Wajar kiranya jika para aktivis dari golongan mereka terus bersuara melalui wahana medsos yang tersebar di tanah air.
Barangkali mereka lupa bahwa kita hidup di negara yang sangat heterogen. Seperti diketahui bahwa Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke. Dengan demikian Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan. Indonesia memiliki 300 kelompok etnik atau suku bangsa, lebih tepatnya terdapat 1.340 suku bangsa di tanar air (BPS tahun 2010). Sementara keyakinan agamanya pun juga beragam, ada yang memeluk Agama Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha, dan Khonghucu serta penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan YME.
Dengan latar belakang keadaan negara kita yang multikultural dan heterogen seperti itulah, maka diperlukannya konsep mengenai moderasi beragama. Konsep moderasi beragama berbeda dengan moderasi agama. Menurut Kamaruddin Amin (Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag) bahwa agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan.
Masyarakat Indonesia yang sangat multikultural, dengan demikian dibutuhkan paham keagamaan yang moderat. Dalam hal ini prinsip moderasi beragama adalah sikap atau cara pandang perilaku beragama yang moderat, toleran, menghargai perbedaan dan selalu mengejawantahkan kemaslahatan bersama. Sedang, maksud pengejawantahan kemaslahatan bersama yaitu menghadirkan manfaat dan mencegah mudharat.
Dalam konteks ini, bagaimana kita menghargai esensi atau substansi ajaran agama itu sendiri yang benang merahnya menghargai kemanusiaan di tengah perbedaan agama, suku, bahasa, dan budaya. Kita harus menumbuhkan untuk saling menghormati kepada sesama yang berbeda-beda itu. Apalagi dalam ajaran Agama Islam mengajarkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Agama (Islam) diharapkan harus mampu diterjemahkan dalam kehidupan bersama, baik sesama agama maupun berbeda agama.
Moderasi beragama adalah cara beragama yang direfleksikan oleh semua pihak, bukan hanya umat Islam saja, tetapi juga umat beragama lain. Dalam hal ini kita bisa merefleksikan kesejukan, perdamaian, dan menghindari konflik. Itulah yang dimaksud dengan moderasi beragama.
Seperti kita ketahui negara kita Indonesia merupakan mega diversity country, yaitu negara yang memiliki tingkat keagamaan yang sangat luar biasa. Di sinilah pentingnya suatu instrumen untuk dapat mengelola keberagaman itu. Oleh karena itu, kehidupan beragama seperti di Indonesia yang beraneka ragam mengenai suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) sangat penting penguatan moderasi beragama. Bahkan moderasi beragama juga perlu digaungkan dalam konteks global karena agama menjadi bagian penting dalam perwujudan peradaban dunia yang bermartabat.
Ciri khas moderasi beragama dalam merawat keberagaman adalah menghargai semua perbedaan serta sikap adil dan saling menghormati satu sama lain. Moderasi beragama bisa menjadi washilah untuk menjaga dan memperkuat kerukunan bangsa Indonesia.
Dalam moderasi beragama terdapat empat indikator penting, yakni:
1. Komitmen kebangsaan
2. Toleransi
3. Anti kekerasan
4. Akomodatif terhadap kebudayaan lokal
Dari empat indikator tersebut, toleransi merupakan faktor yang amat penting. Toleran dalam arti menghargai perbedaan tanpa mencampur-adukkan akidah, misalnya melakukan doa bersama, yakni berdoa bersama-sama dengan semua para pemeluk agama yang berbeda-beda. Kalau itu yang terjadi, maka identik dengan moderasi beragama yang kebablasan. Dalam konteks akidah, kita sebagai pemeluk Agama Islam memang harus meyakini bahwa keyakinan kitalah yang paling benar, sementara non-Muslim juga memiliki keyakinan yang sama mengenai agama dan keyakinannya. Meski demikian, dalam konteks ini bukan berarti kita meyakini bahwa semua agama itu sama. (*)
Manfaat Mantaf full