Konteks Persoalan
MORAL Camp Universitas Brawijaya merupakan program kemahasiswaan yang mempunyai dasar kuat dan memfokuskan diri pada upaya merawat kebhinnekaan melalui pendidikan toleransi berbasis kontekstual. Disebut kontekstual karena mahasiswa tidak hanya dibekali mengenai toleransi tetapi juga diajak untuk tinggal di tempat warga yang kehidupan sehari-harinya mencerminkan sikap toleran. Pada program ini, mahasiswa lintas fakultas hasil seleksi di lingkungan Universitas Brawijaya, selama 3 hari akan tinggal di rumah warga, tepatnya di Dusun Jamuran, Desa Sukodadi Kecamatan Wagir. Pilihan terhadap Dusun Jamuran pada tahun 2018 dan 2019 ini dikarenakan pada dusun ini praktik toleransi berjalan dengan sangat baik. Di samping mendapatkan materi pembekalan oleh pemateri yang ahli di bidang toleransi, agama, serta kebangsaan, peserta langsung berinteraksi dengan warga atau pemilik tempat tinggal sekaligus dengan tokoh-tokoh agama. Kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa betul-betul memahami dan sekaligus mempunyai sikap terbuka karena bersentuhan langsung dengan warga sekitar.
Selama lebih dua kali dilaksanakan, kini diperlukan untuk melakukan evaluasi mengenai efektivitas program tersebut. Evaluasi dilakukan dengan metode kuisioner dan wawancara sekilas bagi para mahasiswa yang telah mengikuti program MORAL Camp. Riset ini menggali lebih jauh, apakah project MORAL Camp berdampak efektif, mengubah pola pikir mahasiswa yang berwatak moderat dan toleran dan juga melihat sejauh mana pengaruhnya terhadap teman-teman sekitar mahasiswa yang pernah mengikutinya. Untuk memperkuat analisis, landasan teori yang digunakan berupa gagasan-gagasan besar dari para tokoh mengenai toleransi. Ide pokok yang muncul dalam toleransi berkisar mengenai keterbukaan, kerjasama, keadilan, tenggang rasa dan kasih sayang terhadap sesama.
Hasil Riset
Instrumen penelitian dibagikan kepada 40 orang mahasiswa yang mengikuti MORAL Camp secara acak. Setelah mahasiswa mengisi kuisioner yang dihasilkan maka data kuantitatif diinterpretasi dengan menggunakan Skala Likert. Rerata (Mean) masing-masing pernyataan yang diuji secara kuantitatif menunjukkan bahwa responden berada pada kriteria sangat toleran, toleran, dan cukup toleran. Hal tersebut ditunjukkan dengan perolehan rerata tertinggi pada pernyataan no. 5: Saya memberikan kesempatan bagi siapa saja membentuk organisasi sesuai dengan minatnya, dengan skor 4,9 (Kategori sangat toleran), sedangkan rerata terendah pada pernyataan no. 11: Saya tidak terganggu dengan perilaku kelompok tertentu yang mengganggu aliran kepercayaan yang dianggap menyimpang, dengan skor 2,75 (Kategori cukup toleran).
Pada dimensi internal rerata di masing-masing pernyataan lebih stabil daripada dimensi eksternal. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya responden memiliki keinginan dari dalam dirinya untuk bersikap toleran. Akan tetapi karena sesuatu hal, baik pengaruh lingkungan (masyarakat, keluarga, sekolah) menjadi sebab responden kurang berani melakukan tindakan toleran secara nyata. Agar lebih jelas perbedaan fluktuatif rerata pada dimensi eksternal dan internal, maka disajikan dalam data berikut:
Pada kedua grafik di atas, dimensi eksternal terlihat lebih fluktuatif dan cenderung mencapai skor yang lebih rendah. Pernyataan-pernyataan pada variabel kasih sayang mencapai skor terendah di antara variabel lain.
Secara umum, dari hasil observasi awal yang dilakukan oleh tim peneliti, peserta MORAL Camp masih belum begitu mengenal mengenai keberagaman bangsa Indonesia, apalagi intens dan berinteraksi dengan warga yang plural. Akibatnya, cara pandang mereka terasa sempit, setelah mengikuti MORAL Camp memang terjadi pergeseran cara pandang mereka terhadap liyan, akan tetapi hanya sebatas memahami dan sedikit lebih mengenal perbedaan satu dengan yang lain. Artinya, mereka sangat menghormati dan menghargai orang lain yang berbeda agama dan keyakinan, akan tetapi untuk mengarah pada kerjasama antar iman dan keyakinan, khususnya dalam bidang-bidang sosial, ternyata mereka tidak atau belum berani melakukan. Salah satu alasan yang muncul karena faktor lingkungan yang kurang mendukung, atau bahkan mungkin tersandera oleh keadaan.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa mahasiswa peserta Moral Camp dapat dikatakan belum sukses sepenuhnya karena sebetulnya program Moral Camp idealnya diarahkan untuk mendorong para mahasiswa agar tidak hanya sekedar melaksanakan toleransi yang malas (lazy tolerance) atau pasif, akan tetapi lebih dari hal tersebut, yakni mengarah pada keberanian untuk hidup bersama dan membuat program kerjasama lintas iman, keyakinan, suku dalam praktik-praktis sosial yang diarahkan untuk kemanusiaan universal berkeadilan. (***)