
OPINI
Masa Depan Kebijakan Fiskal Ditentukan oleh Digitalisasi
Oleh: Monica Anggraini-Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Jurusan Administrasi Publik
Digitalisasi telah menjadi kekuatan utama yang membentuk arah perekonomian global abad ke-21. Perkembangan teknologi informasi, internet, dan komputasi data besar mengubah cara masyarakat memproduksi, mendistribusikan, serta mengonsumsi barang dan jasa. Aktivitas ekonomi yang sebelumnya bergantung pada interaksi fisik kini bergeser ke ruang digital melalui platform daring, aplikasi keuangan, dan sistem transaksi elektronik yang melampaui batas geografis negara.
Transformasi ini membawa implikasi besar terhadap kebijakan fiskal. Sebagai instrumen utama negara dalam mengelola pendapatan dan belanja publik, kebijakan fiskal berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi, mendorong pertumbuhan, serta mengurangi ketimpangan sosial. Namun, kerangka kebijakan fiskal yang berlaku saat ini pada dasarnya dirancang untuk menghadapi ekonomi konvensional, yakni transaksi yang bersifat fisik, berbasis wilayah, dan relatif mudah dilacak.
Permasalahan muncul ketika ekonomi digital berkembang jauh lebih cepat dibandingkan kemampuan negara menyesuaikan regulasi fiskalnya. Dalam ekonomi digital, nilai tambah tidak selalu berwujud barang atau jasa fisik. Data, algoritma, jaringan pengguna, serta model bisnis berbasis platform menjadi sumber utama penciptaan nilai. Perusahaan digital bahkan dapat memperoleh keuntungan besar dari suatu negara tanpa kehadiran fisik yang signifikan. Kondisi ini menimbulkan kesenjangan antara aktivitas ekonomi yang berlangsung dan kontribusinya terhadap penerimaan negara.
Apabila tidak segera direspons melalui evaluasi dan reformasi kebijakan fiskal, negara berisiko kehilangan potensi penerimaan, menghadapi inefisiensi belanja publik, serta memperlebar ketimpangan sosial. Oleh karena itu, digitalisasi tidak lagi dapat dipandang sebagai isu teknis semata, melainkan faktor penentu masa depan kebijakan fiskal.

Tantangan Kebijakan Fiskal di Era Digital
Tantangan paling krusial dalam kebijakan fiskal di era digital terletak pada sisi penerimaan negara. Sistem perpajakan tradisional memiliki keterbatasan dalam menjangkau aktivitas ekonomi digital yang bersifat lintas batas dan tidak berwujud. Transaksi digital dapat berlangsung dalam hitungan detik, melibatkan berbagai yurisdiksi, serta tidak memerlukan kehadiran fisik pelaku usaha di negara tempat nilai ekonomi dihasilkan.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi digital tidak selalu diikuti oleh peningkatan penerimaan pajak yang sepadan. Jika dibiarkan, ketimpangan ini berpotensi melemahkan kapasitas fiskal negara dalam membiayai pembangunan dan penyediaan layanan publik.
Data dan tren dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa akselerasi ekonomi digital berlangsung secara konsisten dan meningkat tajam, khususnya sejak 2018 hingga 2024. Pola ini menegaskan bahwa aktivitas ekonomi berbasis platform telah menjadi motor pertumbuhan baru. Namun, di sisi lain, kapasitas sistem fiskal belum sepenuhnya mampu menangkap nilai ekonomi yang tercipta dari aktivitas tersebut.
Peluang Digitalisasi bagi Kebijakan Fiskal
Di tengah berbagai tantangan, digitalisasi juga membuka peluang strategis untuk memperkuat kebijakan fiskal. Pemanfaatan teknologi big data, kecerdasan buatan, serta sistem administrasi perpajakan berbasis elektronik memungkinkan pemerintah meningkatkan akurasi pemetaan aktivitas ekonomi. Integrasi data lintas sektor memberi peluang bagi negara untuk mengidentifikasi potensi penerimaan yang sebelumnya sulit dijangkau.
Digitalisasi sistem perpajakan turut berkontribusi pada peningkatan kepatuhan wajib pajak. Proses pelaporan dan pembayaran pajak yang lebih sederhana, cepat, dan transparan dapat mendorong partisipasi masyarakat dan pelaku usaha. Selain itu, teknologi digital memungkinkan pengawasan yang lebih efektif terhadap praktik penghindaran pajak, sehingga penerimaan negara dapat dioptimalkan tanpa harus menaikkan tarif pajak secara agresif.
Dalam konteks belanja negara, digitalisasi membawa perubahan signifikan pada tata kelola anggaran. Sistem penganggaran berbasis digital memungkinkan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran dilakukan secara lebih transparan dan akuntabel. Setiap alokasi anggaran dapat dipantau secara real time, sehingga potensi pemborosan dan kebocoran dapat diminimalkan.
Digitalisasi belanja negara juga berdampak langsung pada efektivitas program sosial. Dengan basis data yang terintegrasi, pemerintah dapat menyalurkan bantuan sosial secara lebih tepat sasaran. Kesalahan data penerima dapat ditekan, sementara kelompok masyarakat rentan yang sebelumnya luput dari perhatian lebih mudah diidentifikasi. Dalam konteks ini, kebijakan fiskal berbasis digital tidak hanya meningkatkan efisiensi ekonomi, tetapi juga memperkuat keadilan sosial.
Tantangan Implementasi dan Kebutuhan Reformasi
Meski demikian, reformasi kebijakan fiskal di era digital tidak terlepas dari berbagai tantangan. Isu keamanan dan perlindungan data menjadi perhatian utama, mengingat pengelolaan data fiskal melibatkan informasi sensitif masyarakat dan pelaku usaha. Tanpa sistem keamanan yang kuat serta regulasi yang jelas, risiko kebocoran dan penyalahgunaan data dapat merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Selain itu, kesenjangan akses teknologi antarwilayah merupakan tantangan struktural yang tidak boleh diabaikan. Tidak semua daerah memiliki infrastruktur digital yang memadai. Jika digitalisasi kebijakan fiskal diterapkan tanpa pendekatan yang inklusif, daerah dengan keterbatasan teknologi berpotensi semakin tertinggal. Oleh sebab itu, reformasi fiskal harus berjalan seiring dengan pembangunan infrastruktur digital dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia aparatur negara.
Lebih jauh, digitalisasi kebijakan fiskal menuntut perubahan paradigma dalam tata kelola pemerintahan. Negara dituntut untuk lebih adaptif, berbasis data, dan responsif terhadap perubahan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi semakin penting mengingat kompleksitas ekonomi digital yang bersifat global dan dinamis. Tanpa kerja sama lintas sektor dan lintas negara, reformasi kebijakan fiskal nasional akan menghadapi keterbatasan struktural.
Kesimpulan
Digitalisasi telah menjadi faktor penentu utama arah dan masa depan kebijakan fiskal. Transformasi ekonomi berbasis teknologi menuntut evaluasi menyeluruh terhadap sistem fiskal yang selama ini diterapkan. Kebijakan fiskal yang bertahan pada pendekatan konvensional berisiko kehilangan relevansi dan efektivitas dalam menghadapi dinamika ekonomi digital.
Sebaliknya, reformasi kebijakan fiskal yang adaptif dan berbasis digital dapat memperkuat kapasitas negara dalam mengelola penerimaan dan belanja publik. Digitalisasi memungkinkan kebijakan fiskal menjadi lebih transparan, efisien, dan berorientasi pada data. Lebih dari itu, kebijakan fiskal berbasis digital memiliki potensi besar untuk mendorong pemerataan dan keadilan sosial.
Pada akhirnya, masa depan kebijakan fiskal tidak lagi ditentukan semata oleh besarnya sumber daya yang dimiliki negara, melainkan oleh kemampuan pemerintah dalam memanfaatkan teknologi digital secara cerdas, aman, dan inklusif. Digitalisasi bukan sekadar tren, tetapi fondasi utama bagi kebijakan fiskal yang berkelanjutan di era modern. (*)
Tentang Penulis:
Monica Anggraini merupakan Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi, Jurusan Administrasi Publik
