Pentingkah Sebuah Kesadaran
Oleh: Slamet Hendro Kusumo
Banggalah diciptakan jadi manusia. Demikian luar biasa sang Pencipta semesta alam, memberikan citranya pada manusia. Hampir seluruh citra tersebut diberikan semua. Kecuali rezeki, jodoh, takdir dan keputusan hari akhir. Serta misteri keputusan-keputusan lain Sang Pencipta yang tidak diketahui oleh manusia. Hewan sebagai ciptaan-Nya juga diberikan nyawa, otak, organ itu tumbuh namun tidak memiliki akal budi. Oleh sebab itu hewan sering dijadikan bulan-bulanan oleh manusia. Di buru, di makan, di ternak dan diperjual belikan. Bahkan disiksa, disingkirkan atau ditempatkan di kebun binatang, dikarciskan agar mendapatkan uang.
Ini salah satu dari rekayasa alamiah, wujud nafsu manusia dengan berbagai alasan untuk pembenaran yang berbalut hasrat, tujuan yang bisa saja salah atau benar tergantung manusia itu sendiri memberikan makna dalam hidupnya. Sedangkan hewan tidak bisa memberikan perlawanan yang memadai. Memang ada hewan yang memakan manusia, itupun jika hewan merasa terancam oleh manusia atau terdesak populasinya baru ada perlawanan secara naluriah saja. Kasus semacam inipun sangat kecil jika dibandingkan dengan akal manusia yang “memaksa hewan”. Dengan cara-cara yang sangat rumit, namun tujuannya hanya ingin manusia itu menjadi dan merasa super power atas makhluk yang lain.
Fracis Bacon: kebenaran lebih mudah tampak daripada kesalahan maupun kebingungan.
Lebih lanjut, tentang kuasa hewan yang keluar dari sarangnya atau hutan untuk turun kepemukiman manusia. Kebanyakan karena teritorial mereka sudah diganggu oleh manusia. Seperti pembalakkan hutan dan berbagai jenis makanannya yang diusik oleh manusia, demi kelangsungan hidup manusia itu sendiri, terkadang mengabaikan keseimbangan alam. Ini perlawanan bersifat “natural”. Bukan kejadian yang “terstruktur” atau direncanakan, bukan lahir keinginan dari sang hewan.
Sebab hewan kecil sekalipun tidak punya rencana dan keinginan, hewan hanya bertahan hidup karena naluri bukan akal budi. Bukan pula punya desain atau rekayasa, apalagi strategi politik. Jauh dari itu semua. Bisa disebut, jika hewan bisa hidup, karena “belas kasihan manusia”, tanpa daya.
Tentang Manusia, Nalar Konyol
Manusia diberi panca indera, nyawa, badan. Yang termulia adalah jiwa dan otak (sebut nalar), masih belum cukup, diberi hasrat, ambisi untuk memilih baik dan buruk. Bahkan dunia pun diberikan pula “untuk dirusak” dengan berbagai “model terselubung, tersembunyi, bahkan secara banal”. Menariknya hal tersebut terasa masih belum cukup manusia masih berkeinginan yang lain, yang dibalut keserakahan dan ambisi tiada batas. Dengan demikian tak jarang berakhir dengan tragedi, kesengsaraan akibat ulahnya sendiri.
Uraian tersebut, sekiranya belum cukup untuk menggambarkan secara utuh tentang manusia dengan perilaku serta tindakannya. Banyak sisi gelap yang sulit terungkap, dibandingkan sisi baik yang dipaparkan oleh manusia. Bakat sudah diberikan Sang Pencipta sejak dini. Saat manusia dilahirkan oleh ayah bunda, dengan kasihnya dari Sang Pencipta, berupa lingkungan untuk bertahan hidup dan akan membimbing manusia mau memilih jadi baik atau buruk. Sudah tersedia, tinggal memilih, menjadi manusia luhur atau nista
Franz Dahler: dalam filsafat Jawa, batin manusia adalah kosmos. Artinya makro osmos adalah cerminan mikro kosmos, yakni batin mansuia.
Perihal manusia dan lingkungan, dapatlah dipakai sebagai salah satu rujukan. Betapa manusia memiliki hasrat kuasa, tiada henti. Asal tindakannya telah memproduksi dan memanipulasi apa saja akan diperbuat untuk memperoleh keuntungan pribadinya. Apalagi jika dalam posisi terjepit dan ingin kaya mendadak apapun bisa dilakukan. Bisa menjadi pencuri, penjahat atau apapun termasuk penjudi. Dipilihlah jalan pintas agar dapat menyelesaikan permasalahannya. Bahkan setan, iblis atau lelembut lainnya, bisa dikerjar-kejar hingga ke gunung yang paling wingit pun untuk dimintai nomer togel, buat judi. Dibuat pula film tentang setan, jin, gondoruwo dan sejenisnya. Untuk ditukar rupiah. Entah beberapa kali kekonyolan dan keinginan yang terselebung telah dibalut oleh hasrat sesatnya.
Celakanya lagi, semua lelembut tersebut, selalu dikambing hitamkan. Bahwa manusia sesat karena digoda mereka. Sungguh tidak masuk akal sehat. Sebab makhluk-makhluk yang dimaksud lelembut tidak pernah secara nyata mengkomoditikan manusia untuk dijadikan uang. Bahkan apa saja yang dapat dijadikan materil oleh bangsa jin tersebut. kekonyolan ini tidak berhenti di situ saja, walaupun ini sulit dibuktikkan, untuk mendapat jabatan atau status sosial, permainan menggunakan jalan-jalan sesat terus dilakukan disejumlah institusi. Apa disebut tabur garam, bunga macan kerah atau media-media ritual lainnya. Sejumlah ritus dilakukan oleh para dukun, penjual ayat. Tipu muslihat untuk melakukan jual beli jabatan telah dianggap, hal yang wajar dan biasa untuk memperoleh kamukten. Walaupun itu sangat bertentangan dengan etik maupun agama yang bersandar kepada kebajikan dan kemanusiaan.
Barbara Wooton: manusia telah menulis kebengisannya dengan rasional, di atas peradaban yang sudah dibangun dengan susah payah, dibangun di atas bumi dengan nalar.
Bagi yang sukses tindakan itu dianggap wajar, sebagai upaya atau usaha, tanpa pengecualian. Akibat dari kegagalan itu dapat berwujud, tragedi, depresi bahkan ada yang bunuh diri. Ini adalah dampak dari tidak jalannya akal sehat yang tidak lagi menjadi pedoman hidup. Tidak saja harta bendanya yang hilang, akan tetapi juga keluarga, karakter dan berakhir menginap di rumah sakit jiwa.
Banyak contoh dimuat pada media cetak maupun media online, tentang manusia yang kehilangan sisi kemanusiannya. Fenomena ini karena cukup banyak kejadian-kejadian yang serupa tentang tragedi tersebut, dapat digolongkan sebagai sebuah gaya hidup, kuasa dan menjadi model baru dari tindakan sebab akibat. Lagi-lagi kekonyolan manusia. Faktanya kejadian tersebut telah mewabah kelembaga-lembaga legislatif, pendidikan, kepercayaan berbasis sugesti dengan berbagai alasan. Walaupun faktanya kejadian itu justru terjadi pada wilayah yang menjunjung tinggi moral dan etik.
Donal B. Calne: nalar, naluri emosi untuk mencapai tujuan-tujuan biologis. Anehnya nalar sering digunakan untuk merusak.
Kesadaran Etik
Tidak ada satupun manusia ingin hidupnya susah, tidak ingin kebaikkan, tidak ingin dihormati karakter dan identitasnya. Namun semua itu tidaklah mudah. Perlu perjuangan untuk mendapatkan lingkungan baik, pendidikan berkualitas, memperoleh keluarga yang menjunjung tinggi moral dan etika. Namun, tidak setiap manusia, belum tentu beruntung mendapatkan situasi seperti itu.
Oleh karenanya dibutuhkan tuntunan hidup, berbentuk agama, etika, nilai-nilai tradisi. Yaitu suatu tindakan berbasis moral, tidak mempersoalkan keadaan manusia melainkan cara bertindak. Terkait tentunya, norma, adat istiadat, kesopanan, hukum serta norma moralitas lainnya. Kesadaran moral etika ini bersifat “otonom”, dan lahir dari batin yang bersih, tidak ada tendesius yang menguntungkan pribadi sendiri. lahir dari kesalehan sosial yang murni. Sebab etika normative ialah suatu tindakan yang disesuikan dengan norma-norma sikap manusia yang sudah ditentukan.
Donal B. Calne: andai kata homo sapiens sebagai makhluk penyendiri, tidak butuh bahasa, nilai biologis, etika, adat istiadat. Maka etika akan dinistakan dan sekadar basa-basi.
Dengan demikian manusia harus memiliki kecakapan dalam bertindak dan bersikap (homo habilis). Punya kemampuan beradaptasi, bertahan dalam segala perubahan semesta alam maupun membangun relasi sosialnya. Sebab seleksi alam pasti akan terjadi. Oleh karenanya membutuhkan sikap arif yang dapat menyesuaiakan diri, beradapatasi, mandiri, tidak terbawa arus yang menjebak kehidupannya sendiri.
Dalam perkembangan berikutnya adalah manusia sebagai makhluk yang memiliki kebijaksanaan (homo sapiens) punya kesadaran untuk bertindak dan dapat menentukan, baik dan buruk, ini benar atau salah. Dapat mengontrol dengan akal sehatnya. Serta merencanakan masa depan dengan baik, punya konsep hidup yang mumpuni. Inilah diferensiasi otak atau (nalar).
Semua itu akan dapat digunakan secara baik dan manfaat. Jika masih percaya adanya Tuhan sebagai pemberi segalanya. Kesadaran dipercayai melebihi pengetahuan. Sebab kesadaran berisikan kesopanan dan kebijaksaan. Sebab disitulah kepekaan, empati. Kesadaran juga mencerminkan nilai-nilai pribadi yang utuh, berkualitas untuk mencipta, kehormatan, ketentraman, kemerdekaan, persahabatan, prestasi dan karir. (Tancep kayon, Bumiaji 10 Oktober 2022)
Biografi Penulis
Penulis, Slamet Hendro Kusumo (Henkus) lahir di Batu, 5 Mei 1959 adalah seorang pekerja seni lukis/rupa di Batu.
Menyelesaikan pendidikan program doktor (S3) Sosiologi di Universitas Muhammadiyah Malang tahun (2021). Aktif mengadakan pameran seni rupa diberbagai kota di Indonesia dan dibeberapa Negara. Sejak 1979 hingga 2022.
Slamet Henkus kini mengelola Omah Budaya Slamet (OBS), yang didirikan tahun 2002.
Bergerak dalam kegiatan dan pemikiran kebudayaan, dan lain-lain. Slamet Henkus aktif sebagai narasumber di bidang filsafat, sosiologi, politik dan kebudayaan antara lain di Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Brawijaya, Universitas Islam Negeri, Universitas Kanjuruhan, Pamong Kebudayaan Jawa Timur, sejumlah UKM diberbagai perguruan tinggi, komunitas-komunitas independen di berbagai wilayah Indonesia, sejumlah perguruan tinggi Amerika saat berkunjung di OBS, sejumlah partai politik dan beberapa Dinas Pemkot Batu.
Slamet Henkus juga sebagai Penulis Esai di media online seperti KlikTime, BeritaRayaOnlineMalasya, Javasatu.
Segudang penghargaan diterima Slamet Henkus antara lain, pembuatan Buku Pesona Kota Batu tahun 1988 oleh Bupati Abdul Hamid, sebagai Panwascam Batu 1999 oleh Ketua Pengadilan Negeri Malang, terpilih 5 Besar Pra biennale Bali Jawa Timur 2004, Penghargaan DPRD Kota Batu sebagai penggagas, pemikir dan penggerak dalam peningkatan status Kotatif Batu tahun 2009 dan 2014, salah satu (milestone artist) Biennale Jatim 6 tahun 2015, Encompass Awards tahun 2016 (dari Encompass Indonesia), penghargaan “Kreator Bidang Seni Rupa” tingkat Jawa Timur tahun 2016 oleh Gubernur Jawa Timur, Tourism Awards dari Walikota Batu sebagai Budayawan tahun 2021.
Kini Slamet Henkus diberikan amanah menjadi Dewan Penasehat Forum Pamong (FPK) Kebudayaan Jawa Timur (2022). Selain itu, mengemban tugas menjadi Ketua Dewan Penasehat Persatuan Penulis Indonesia Satupena Jawa Timur.
Semangat Sepanjang Masa Succesfull Sedulur SatuPena SatuHati SatuJiwa SatuRasa KOMPAK KEBERSAMAAN sepanjang masa Succesfull Sedulur