Javasatu,Malang- Penderita stunting di Jawa Timur (Jatim) mulai 2019 – 2020 mengalami peningkatan.
Meski peningkatan tersebut masih berkisar diangka 0,71 poin, namun Jawa Timur saat ini menduduki rangking 15 besar penderita stunting Nasional.
Kepala Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kependudukan Provinsi Jatim, Andriyanto saat ditemui di Malang menyebutkan, di Jatim saat ini prosentase angka penderita stunting di Jatim mencapai 26,9 persen. Menurutnya, bukan perkara mudah untuk dapat menurunkan angka penderita stunting di Jawa Timur. Artinya, butuh kerja keras seluruh Satuan Kerja dan Stakeholder yang ada.
“Best Practice di Luar Negeri rata-rata angka penurunan angka stunting maksimal hanya dikisaran 2 persen saja pertahun, bahkan ada beberapa negara yang hanya dikisaran 1,3 persen seperti di Bangladesh” ujar Andriyanto, Jumat (5/2/2021) saat ditemui di Malang.
Meski angka penurunan stunting rata-rata hanya berkisar 2 persen saja, namun Pemerintah Indonesia, lanjut mantan Konsultan WHO untuk stunting ini berani mematok target tinggi terhadap penurunan stunting. Beberapa waktu lalu, lanjut Andriyanto, Presiden Jokowi menargetkan angka penurunan stunting di Indonesia turun hingga 14 persen saja dari 27,6 persen di tahun 2020.
Angka tersebut dinilai sangat realistis, meski sangat berat. Artinya membutuhkan sinergitas yang baik antar seluruh pemangku kepentingan. Intervensi pemerintah menurutnya harus lebih ditingkatkan meski sudah dilakukan, lantaran dari penilaiannya masih sering didapati adanya egosentris di masing-masing satuan kerja.
“Seperti contoh masih ada yang beralasan anggaran yang dimiliki kecil sehingga berkilah gak memungkinkan jika digunakan untuk penanganan stunting. Pola pikir seperti ini harus segera dihilangkan lantaran untuk menangani masalah stunting tidak melulu soal anggaran. Kan masih bisa lewat perencanaan daerah agar mengeluarkan kebijakan di setiap desa untuk mengalokasikan anggaran penanganan stunting” tandas Andriyanto.
Lantas apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk bisa mengintervensi upaya menurunkan stunting, Andriyanto mencontohkan bisa saja dengan program penurunan terintegrasi, caranya dengan memberikan asupan suplemen vitamin penambah darah kepada pelajar putri usia sekolah menengah yang ditangani Dinas Pendidikan.
Saat sudah dewasa dan memasuki pernikahan dan sudah hamil terang Andriyanto, bisa diberikan asupan protein hewani tinggi seperti susu, telor bahkan Dinas Kelautan bisa saja melakukan gerakan agar seluruh masyarakat bisa mengkonsumsi ikan laut, hingga Dinas Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan menyiapkan KRPL serta mengantisipasi ibu untuk memiliki anak lebih dari 3, lantaran sangat rentan mengidap penyakit stunting tersebut.
“Dengan sinergi yang baik, bukan hal yang mustahil angka penurunan stunting tersebut dapat terealisasi” tandas Andriyanto. (Git/Saf)