Javasatu,Malang- Permasalahan pemanfaatan Tanah Kas Desa (TKD) antara petani jeruk setempat dengan Pemerintah Desa (Pemdes) Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, hingga kini belum juga menemui solusi atau titik temu.
Kedua belah pihak yakni petani yang dikoordinatori oleh Purwati selaku perwakilan Kelompok Tani Sumber Rejeki Selokerto, dan Kepala Desa Selorejo, Bambang Sopoyono, saling mengeklaim jika mereka masing-masing merasa sah memanfaatkan lahan jeruk.
Wiwid Tuhu Prasetyanto selaku Kuasa Hukum para petani penyewa lahan mengatakan, permasalahan ini masih dalam proses persidangan perdata.
“Ada spanduk itu (yang dipasang Pemdes, red) tidak ada masalah, selama itikad baik kedua belah pihak untuk menjaga tidak memaksakan kehendak sendiri-sendiri. Saya kira tidak ada masalah. Semua harus tunduk dan taat dengan koridor hukum,” tegasnya, Minggu (10/1/2021).
Selama proses hukum berjalan, Wiwid berharap kepada kedua belah pihak untuk mentaati aturan perundangan yang ada.
“Karena belum ada putusan yang inkrah, maka petani sebagai pemilik tanaman berhak untuk tetap merawat tanamannya. Karena belum ada keputusan hukum yang menyatakan petani itu tidak berhak,” terangnya.
Itu karena, lanjut Wiwid, permasalahan ini konteknya merupakan benda hidup yang perlu adanya perawatan.
“Dalam permasalahan ini berbeda, jika tanaman tidak dirawat akan mati. Apalagi ditemukan fakta jika tanaman jeruk tersebut ditanam oleh petani,” ulasnya.
Memang, tambah Wiwid, dalam permasalahan ini, jika dalam proses hukum, lahan tersebut menjadi status quo. Dalam arti, lahan tersebut harus dikuasai oleh pihak yang terakhir menguasai.
“Ini adalah obyek tidak bergerak, didalamnya ada tanaman hidup, kalau tidak dirawat bisa mati, hukum tidak begitu, hukum itu upaya untuk memperoleh keadilan dan memperoleh pemanfaatan,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pemerintah Desa Selorejo, Didik Lestariono mengaku, juga mempunyai hak memasang baliho di lahan TKD. Dalam baliho itu ditulis peraturan Bupati Malang yang mana dalam polemik tersebut, penyewa tanah atau petani jeruk tidak berhak menguasai.
“Harusnya kebun jeruk itu dikembalikan ke asal muasalnya yakni ke desa. Harus diserahkan kembali menjadi tanah kas desa,” papar Didik.
Dalam hal ini Didik, mempertanyakan bukti-bukti dari petani yang mengaku sudah menyewa lahan. Padahal, sewa lahan seharusnya sudah selesai akhir 2020 lalu. Termasuk mempertanyakan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Kabupaten Malang yang dilakukan Purwati.
“Kami merasa janggal, lahan jeruk itu tanah kas desa. Kok bisa di daftarkan gugatan ke pengadilan. Padahal tanah itu bukan milik pribadi,” ujarnya.
Didik berharap, seluruh pihak bisa menahan diri untuk tidak berbuat diluar koridor hukum.
“Intinya adalah petani hanya menyewa kan, kalau kontrak sewanya sudah habis ya sudah. Harus dikembalikan ke TKD. Kalau mau sewa lagi, otomatis kewenangannya ada di pemerintahan desa melalui Bumdes yang sudah dibentuk,” Didik mengakhiri. (Agb/Saf)