JAVASATU.COM-MALANG- Desa Jambuwer, Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang, kembali menjadi “kelas alam” bagi 70 mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (Unikama). Selama tiga hari, mulai Jumat (30/5/2025) hingga Minggu (1/6/2025), para mahasiswa menjalani Kuliah Terpadu Satrasia 2025 dengan tema “Dari Jambuwer untuk Nusantara: Suara Lokal Gema Nasional.”

Kegiatan ini memadukan empat bidang: sastra, budaya, jurnalistik, dan kewirausahaan. Mahasiswa tak hanya duduk di kelas, tapi langsung turun ke lapangan, menggali cerita rakyat, berdiskusi dengan warga, hingga menciptakan produk kreatif berbasis budaya lokal.
“Tradisi dan kesenian rakyat di Jambuwer masih hidup. Mulai dari cerita lisan, ritual budaya, sampai perajin topeng masih bisa ditemukan di sini,” ujar penggagas program, Dr. Wadji, M.Pd.
Program ini pertama kali digelar di Wonosari, Gunung Kawi, namun belakangan Jambuwer dipilih karena kekayaan budayanya yang masih lestari. Mulai dari Wayang Topeng Malangan, jaranan, bantengan, hingga situs makam Ki Dul Karim yang dikenal sakral hingga ke mancanegara.
Wadji menilai kegiatan ini bukan sekadar studi lapangan, tapi upaya membangun koneksi antara generasi muda dan budaya lokal.
“Suara lokal dari desa bisa menggema ke seluruh Nusantara. Ini cara mengenalkan budaya Indonesia ke dunia,” tegasnya.
Bikin Produk Kreatif, Belajar Langsung dari Warga
Mahasiswa dibagi dalam tim kerja lintas disiplin. Ada yang mendokumentasikan mitos lokal, menulis artikel jurnalistik, hingga memproduksi karya kreatif. Cerita yang dikumpulkan dianalisis dengan teori sastra dan dipublikasikan melalui Kompasiana serta kanal YouTube.
Sisi kewirausahaan pun tak kalah menarik. Mahasiswa memamerkan produk hasil kolaborasi mata kuliah kewirausahaan, seperti kopi dan teh dalam cup bertema puisi, kue sastra, kaos bergambar kutipan sastrawan, hingga gantungan kunci dan stiker budaya lokal.
“Ini cara memadukan idealisme sastra dengan logika bisnis. Mahasiswa belajar branding dan promosi berbasis narasi budaya,” kata Wadji.
Dalam bidang jurnalistik, mahasiswa juga mendapat pelatihan langsung dari jurnalis profesional Febri Setiyawan (Nusadaily.com) dan Wiyono (Javasatu.com). Materinya meliputi teknik liputan, penulisan feature, hingga etika dan integritas pers.
“Pengalaman ini membuka wawasan kami. Belajar langsung dari masyarakat itu berbeda. Kami tidak hanya paham budaya, tapi juga belajar memberi kontribusi nyata,” ungkap salah satu mahasiswa. (Yon/Arf)