JAVASATU.COM-MALANG- Dampak Pandemi Covid 19 berimbas pada Perusahan Penerbit di Kota Malang. Puncaknya pada 2020 sejumlah perusahan penerbit di Kota Malang nyaris bangkrut karena minimnya aktivitas perdagangan saat itu.

Akibatnya produksi terus menurun dan kian lesu. Minat membeli buku semakin menurun. Beberapa diantaranya beralih ke elektronik book atau buku digital.
Hal ini menjadi dilema bagi penerbit karena berisiko rugi. Sama seperti yang dialami Gedeon Soerja Ardi, Pemilik MNC Publishing Book Kota Malang.
“Waktu tahun 2020 saya paham banyak yang mulai beralih ke digital. Dan itu menarik. Sebab peralihan dari produksi buku fisik ke digital sudah marak sejak 2016. Banyak aplikasi digital yang mendigitalisasi buku. Aplikasi banyak yang digital itu sejak 2016. Tapi waktu itu belum,” kata dia, Kamis (2/3/2023) dalam kegiatan Pra Grand Launching MCC Kota Malang.
Dia mengungkapkan, terhitung sejak tahun 2020 terdapat sekitar 300 penulis yang menerbitkan buku ke MNC Publishing. Namun saat Covid-19 melanda, ada pengurangan hampir 70 persen penulis yang menerbitkan di MNC Publishing.
Perusahaan yang tergabung dalam Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Kota Malang hampir sebagian terancam gulung tikar. Gedeon lantas menghubungi kenalannya Juliette Oscar Ediyanto. Ediyanto adalah CEO Kubuku.
Kubuku sendiri adalah aplikasi yang menjual buku berbentuk digital alias e-book. Gedeon melihat kesempatan untuk mendigitalisasikan buku yang ia terbitkan.
“Iya karena pandemi dan semua serba digital saya ingin digitalkan juga buku itu,” ujarnya.
Modal nekat, Gedeon menjalin kerja sama dengan Ediyanto. Meski harus mengakui sempat tidak yakin bukunya akan laku.
“Terlebih saya yakin karena keamanannya dan juga transparansinya dan saya berani berubah dan mengambil kesempatan,” ujarnya.
Kerja sama Gedeon mulai menunjukan hasil positif. Langkah ini kemudian coba diaplikasikan oleh perusahan lain di IKAPI.
“Meski juga beberapa ada yang tumbang karena ketinggalan ngambil kesempatan akhirnya bangkrut.
Malah sekarang banyak ke yang digital karena lebih murah dan praktis. Contoh kalau buku hukum fisik kami jual Rp 90 ribu kalau digital cuma Rp 60 ribu, kita jual 50:50 fisik dan digital.” kata dia.
Sementara CEO Kubuku, Juliette Oscar Ediyanto menyebut, digitalisasi buku tidak membuat rugi perusahaan penerbit. Alasannya karena satu akun hanya untuk satu device dalam satu platform membaca.
Sistem ini lebih ramah penerbit dan aman terpercaya. Karena setiap buku milik pemilik akun hanya dibaca pemilik akun tersebut.
“Banyak dulu yang berpikir bahwa kalau PDF itu mudah dikirim ke mana-mana. Akhirnya itu yang membuat publishing itu enggan digital. Saya dulu ini juga publishing dan itu yang enggan dilakukan karena takut rugi,” jelasnya. (Dop/Nuh)