JAVASATU.COM-GRESIK- Pegiat lingkungan cilik asal Gresik, Aeshnina Azzahra Aqilani (15 tahun), kembali mengirimkan surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk lebih mendorong pemerintah dalam penanganan sampah plastik. Karena ia menilai Indonesia saat ini darurat pengelolaan sampah plastik.

Menurut dia, kondisi lingkungan Indonesia saat ini darurat sampah plastik. Sampah plastik sudah mencemari hutan pegunungan hingga dasar lautan. Dan mikroplastik telah masuk ke tubuh manusia.
“Sebagai generasi muda penerus bangsa, saya tidak mau lingkungan dan tempat tinggal kami di masa depan tercemar dengan sampah plastik yang tidak bisa terurai dan dibanjiri mikroplastik,” ungkap Nina, sapaan akrabnya pada Rabu (18/1/2023).
Bukan kali pertama Nina berkirim surat ke Presiden Jokowi. Sebelumnya pada bulan Februari tahun 2022, Nina juga mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi.
Didalam surat itu, Nina memohon kepada Presiden Jokowi untuk menghentikan impor sampah plastik, karena sampah impor menumpuk tercecer dan dibakar di lingkungan sekitar pabrik daur ulang kertas dan plastik di Mojokerto, Sidoarjo dan Gresik yang dekat dengan rumah Nina.
“Tetapi surat tersebut belum mendapat jawaban dari Pak Jokowi,” kata Nina.
Nina juga menyampaikan, belum lama ini menyimak vidio Presiden RI Jokowi mengeluh masalah sampah yang tak kunjung tertangani dalam acara Rapat Kerja Nasional Badan Pengelola dan Lingkungan Hidup.
Menurut Nina kondisi ini sesuai dengan fakta yang ada di lapangan, karena produksi sampah terus bertambah, tidak terkendali, tanpa upaya serius untuk mengurangi produksi sampahnya. Terutama sampah plastik.
Nina mengungkapkan, perusahaan terus membanjiri masyarakat dengan produk kemasan plastik sekali pakai yang sudah jelas-jelas akan membebani penanganan sampah kepada pemerintah dan mewariskan pencemaran sampah kepada generasi yang akan datang.
“Saya sering melakukan audit sampah plastik di sungai dan pantai dan menemukan sebagian besar sampah yang tercecer adalah produk dan kemasan plastik sekali pakai seperti tas kresek, kemasan sachet, popok, styrofoam, sedotan dan botol plastik,” tegas Nina mengungkapkan.
Lebih jauh menurut Nina, produk dan kemasan plastik sekali pakai harus dikurangi dengan menegakkan aturan mewajibkan produsen bertanggung jawab atas penanganan sampah produknya dan mewajibkan perusahaan mengurangi produksi sampah plastiknya sesuai amanat pasal 15 Undang Undang 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.
“Perusahaan harus berhenti menjual produk dalam kemasan sachet multilayer dan styrofoam yang tidak dapat didaur ulang, dan mengganti dengan yang dapat diisi ulang untuk produk makanan minuman dan keperluan rumah tangga di semua kawasan pendidikan, bisnis, permukiman, perkantoran dan wisata,” pinta gadis yang saat ini menempuh pendidikan di Madrasah Aliyah Bilingual Al Amanah Sidoarjo.
Dalam suratnya, Nina menyampaikan tiga usulan untuk penanganan sampah di indonesia.
-
Mencanangkan gerakan sekolah bebas plastik dan kantin sehat, yang menerapkan 5R (Refuse, Reduce, Reuse, Repurpose, Recycle). Kantin sekolah harus menyediakan makanan sehat alami yang tidak dikemas plastik, melarang makanan minuman sachet yang bergizi rendah dan mengandung bahan tambahan kimia yang membahayakan kesehatan anak. Setiap sekolah harus menegakkan larangan plastik sekali pakai dan mewajibkan semua warga sekolah pilah sampah, menyediakan sarana tempat pengumpulan sampah terpilah serta mengolah sampah organik menjadi kompos dan ekoenzim di lingkungan sekolah. Membakar sampah di sekolah harus dilarang untuk melindungi anak dari menghirup udara beracun dan partikel mikroplastik yang membahayakan kesehatan.
-
Membentuk tim satgas yang menegakkan aturan di setiap desa untuk menghentikan pembakaran sampah di kawasan permukiman, lembaga pendidikan dan area publik lainnya, serta menghentikan kebiasaan masyarakat membuang sampah ke perairan dan di sembarang tempat. Banyak masyarakat menangani sampah dengan membakar sampah plastik padahal membakar plastik melepaskan racun abadi dioksin pemicu kanker dan menurunkan kecerdasan anak.
-
Meluncurkan gerakan nasional kurangi produksi plastik dan menegakkan aturan wajib pilah sampah di sumbernya serta menyediakan sarana pengolahan sampah terpilah secara menyeluruh di tiap desa seluruh Indonesia, supaya masyarakat tidak menangani sampah dengan cara yang salah, seperti dibakar, ditimbun atau dibuang ke sungai dan laut. Produksi plastik harus dikurangi karena plastik dibuat dari minyak bumi dan bahan kimia yang beracun dan dapat menggangu sistem hormon serta memicu kanker.
Nina berharap surat yang dikirimkan kali ini mendapat respon dan balasan dari pemerintah melalui aksi nyata untuk menyelamatkan masa depan lingkungan dan seluruh anak cucu Indonesia.
“Karena kami berhak untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat, terbebas dari pencemaran racun plastik dan mikroplastik,” tukas Nina. (Bas/Saf)