JAVASATU.COM-MALANG- Nampaknya sejumlah peternak sapi perah di Kabupaten Malang harus menelan pil pahit akibat hewan ternaknya dinyatakan suspek terserang penyakit mulut dan kuku (PMK) dan berdampak ke penghasilan susu perahan menurun drastis. Terpantau di wilayah Kecamatan Pujon kondisi ini cukup memprihatinkan.

Terhimpun, hampir 75 persen masyarakat di wilayah Barat Kabupaten Malang itu menggantungkan hidupnya dengan berternak sapi perah untuk diambil susunya.
Diketahui, selain penghasilannya menurun, sapi yang terserang PMK tak jarang bisa menghasilkan susu kualitas baik. Jika menghasilkan pun tidak layak jual ataupun disetorkan ke koperasi.
Salah seorang peternak sapi perah di Desa Pujon Kidul, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang, Sukoco, mengaku memiliki 6 ekor sapi perah, 4 diantaranya mati satu per satu akibat serangan PMK.
“Dulu kan awalnya punya satu, lalu selama sekitar 5 tahun sudah bisa berkembang jadi enam. Tapi yang empat ekor mati karena sakit (PMK) ini,” ujar Sukoco saat ditemui di kandang yang tak jauh dari rumahnya, Minggu (12/6/2022).
Saat ini, kata dia, dari sisa dua ekor sapi yang dimilikinya, hanya satu ekor yang bisa diperah untuk diambil susunya. Namun, itupun jumlahnya masih tidak se produktif saat sapinya sehat dulu.
“Dulu setelah empat sapi mati, yang diperah hanya tinggal satu. Itu pun hanya tinggal 5 liter. Biasanya kalau normal bisa 10 liter per hari. Dulu sempat tidak bisa diperah sama sekali, atau kalau keluar susunya terpaksa saya buang karena kualitasnya buruk,” terang Sukoco.
Namun saat ini, kondisi dua ekor sapinya tersebut sudah berangsur pulih karena diobati.
“Dan itu pun obat yang digunakan untuk penyembuhan juga didapat secara mandiri dari rekan-rekan” tegas Sukoco.
Hal serupa dialami Suwarno peternak Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, yang mengandalkan ekonominya dari perahan sapinya. Namun sejak sapinya mengalami gejala sakit, kata dia, produktifitas susunya juga menurun.
Suwarno menceritakan dalam sekali perah, sapinya bisa memproduksi hingga 35 liter. Namun sejak sakit, hasil perahannya tak pernah lebih dari 15 liter. Apalagi, satu ekor sapinya tidak memungkinkan untuk diperah. Karena sedang hamil.
“Yang satu ini ndak bisa diperah, karena hamil tua dan mau melahirkan,” ujarnya belum lama ini.
Untuk itu, dirinya berharap segera ada tindakan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang atau dari pihak terkait lainnya. Seperti pengobatan atau vaksin. Tentu agar sapinya bisa kembali produktif menghasilkan susu. (Agb/Saf)