JAVASATU.COM- Analis kebijakan publik dan politik nasional, Nasky Putra Tandjung, menilai bahwa tudingan negatif dan penggiringan opini liar di media sosial yang memfitnah Presiden Prabowo Subiato dengan menuding banjir bandang di Sumatra, khususnya Aceh disebabkan oleh keberadaan lahan sawit milik Prabowo, merupakan tuduhan tanpa dasar yang kuat.

“Ia menilai tudingan itu tidak berdasar, tidak objektif, dan tidak konstruktif dalam menilai fakta dan data secara utuh dan menyeluruh. Narasi tersebut sarat tendensi politik dan berpotensi memecah belah persatuan nasional,” ujar Nasky dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (12/12/2025).
Menurutnya, narasi tersebut sangat menyesatkan akal publik dan tidak sesuai dengan fakta serta data yang terverifikasi.
“Masyarakat jangan mudah percaya terhadap penggiringan opini liar dan data yang tidak diverifikasi kebenarannya,” tegasnya.
Serahkan 90.000 Ha Lahan untuk Konservasi
Alumnus Indef School of Political Economy Jakarta itu menjelaskan bahwa justru Presiden Prabowo telah menyerahkan 90.000 hektare lahan pribadi di Takengon, Aceh, untuk konservasi gajah sejak 2024, bekerja sama dengan WWF (World Wide Fund for Nature).
“Padahal WWF hanya meminta 10.000 hektare. WWF adalah organisasi konservasi lingkungan internasional terbesar dan paling berpengalaman di dunia,” jelas Nasky.
Ia menilai langkah tersebut merupakan bukti nyata kepedulian tinggi Presiden Prabowo terhadap kelestarian alam dan perlindungan satwa di Indonesia.
Aksi yang Patut Diteladani
Nasky menambahkan, keputusan tersebut seharusnya diapresiasi oleh seluruh elemen bangsa.
“Di saat banyak orang lebih memilih untuk mengeruk kekayaan, Presiden Prabowo justru melepaskan tanahnya untuk menyelamatkan satwa dan alam. Ini patut diteladani,” ujarnya.
Ia menyebut tuduhan yang diarahkan kepada Prabowo sebagai sesuatu yang ironis mengingat Presiden telah merelakan tanahnya demi pelestarian alam, bukan untuk keuntungan pribadi.
Sebagai bagian dari masyarakat sipil, Nasky menyatakan keberatan dan membantah asumsi liar yang menyebut banjir bandang di Sumatra, khususnya Aceh, terjadi akibat keberadaan lahan sawit milik Prabowo di kawasan hutan.
Klarifikasi WWF: Lahan Prabowo Adalah Kawasan Konservasi
Nasky menjelaskan adanya penjelasan yang beredar dari WWF, yang menegaskan bahwa lahan 90.000 hektare yang dikaitkan dengan Presiden Prabowo adalah kawasan konservasi, bukan area yang menyebabkan banjir.
Menurut WWF, Prabowo telah menyerahkan lahan itu untuk mendukung konservasi gajah Sumatra sejak 2024. Bahkan, jumlah lahan yang diberikan sembilan kali lipat dari yang diminta WWF.
“Oleh karena itu, langkah Prabowo dinilai sebagai bukti nyata komitmen Presiden terhadap pelestarian lingkungan dan satwa liar,” tuturnya.
Kawasan konservasi tersebut diproyeksikan menjadi sanctuary gajah dan zona restorasi hutan, dua fungsi yang memperkuat ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan.
“Wilayah konservasi jelas tidak memiliki aktivitas penebangan, eksploitasi, atau alih fungsi yang dapat memicu banjir. Mengaitkannya dengan bencana alam adalah kesimpulan yang tidak sesuai fakta, data, dan bertentangan dengan penjelasan WWF sendiri,” tegasnya.
Ajak Publik Lebih Objektif dan Rasional
Nasky menilai masyarakat harus memahami bahwa konservasi adalah strategi penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
“Lahan konservasi justru berfungsi sebagai penyangga ekologis yang mengatur siklus air, memperbaiki tutupan hutan, serta menjaga daerah aliran sungai dari kerusakan,” sebutnya.
Ia menambahkan bahwa klaim yang menyerang Prabowo merupakan bentuk fitnah dan provokasi yang menyesatkan.
Ia mengajak masyarakat fokus pada penanganan bencana dan pemulihan korban di wilayah Sumatra, termasuk Aceh.
Nasky juga mengingatkan bahwa WWF memiliki kredibilitas tinggi dalam menilai kawasan konservasi.
“Pernyataan WWF adalah landasan jelas bahwa narasi negatif terhadap Presiden Prabowo tidak logis dan tidak ilmiah,” tandasnya.
Serangan Politis
Lebih lanjut, Nasky menegaskan bahwa setiap tuduhan dalam negara hukum harus dibuktikan secara sah, bukan dimanipulasi melalui framing media sosial.
Ia menjelaskan bahwa taktik serangan personal seperti ini dikenal secara global sebagai decapitation strategy, yakni cara melemahkan tokoh penting dalam kebijakan.
“Jika menggunakan pendekatan public choice theory, serangan seperti ini tidak netral. Ada aktor-aktor yang sedang berupaya menggeser peta kekuasaan dengan menyerang figur kunci,” jelasnya.
Ia juga menilai bahwa beberapa pihak mempolitisasi isu lingkungan untuk merusak reputasi Presiden.
“Tindakan seperti ini dapat mencederai upaya nasional dalam menjaga kelestarian hutan dan satwa,” ujarnya.
Komitmen Prabowo Terhadap Lingkungan
Komitmen Presiden Prabowo terhadap lingkungan meliputi:
-
transisi energi bersih dan energi terbarukan
-
pengelolaan sampah menjadi energi (Waste-to-Energy)
-
perlindungan hutan dan sungai
-
konservasi alam termasuk habitat satwa
-
ketahanan pangan dan energi
-
posisi Indonesia sebagai pusat solusi krisis iklim global
-
peninjauan ulang izin pertambangan di kawasan konservasi
-
kebijakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim berbasis data
Presiden Prabowo juga mendorong percepatan penanganan sampah secara hulu-hilir, diversifikasi energi, hingga memperkuat diplomasi lingkungan di forum internasional seperti G20 dan BRICS.
Seruan Jaga Persatuan Nasional
Kepada media ini, Nasky menyerukan agar publik kembali kepada data yang benar dan tidak terjebak informasi yang tidak terverifikasi.
“Civil society harus lebih cermat. Literasi publik harus ditingkatkan agar masyarakat tidak mudah termakan opini tanpa dasar empiris,” ujarnya.
Ia menegaskan komitmennya untuk mengawal informasi yang beredar dan meluruskan disinformasi yang merugikan Presiden Prabowo.
“Kami menjaga agar ruang publik tetap sehat dan bebas dari manipulasi informasi,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, Nasky mengajak seluruh pihak menjaga soliditas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Tuduhan hoaks berasal dari pihak-pihak yang ingin menjatuhkan citra positif dan dedikasi beliau. Mari kita dukung Presiden dalam mewujudkan program asta cita. Demokrasi sejati hanya bisa berdiri di atas kebenaran, bukan fitnah yang dibungkus opini,” tutupnya. (saf)