Javasatu,Malang- Puluhan orang penyandang disabilitas di Kabupaten Malang diberikan pelatihan membatik. Pimpinan LPK Ganesa, Hamidah mengatakan ada 17 peserta yang merupakan penyandang disabilitas, sebagian besar yang mengalami gangguan pendengaran. Kendati demikian, pihak LPK sengaja tidak memisahkan antara peserta yang difabel dan tidak.
“Biar mereka semakin bisa membaur dan bekerja sama dengan baik bersama peserta yang lainnya,” ungkap Hamidah, Minggu (14/7/2019).
Lantas bagaimana situasinya? Pantauan Javasatu, peserta latihan membatik terlihat tengah sibuk mencanting dan mewarnai. Desain batik yang mereka usung cukup cantik, laksana pembatik profesional. Ada yang mengusung tema wayang dan ada juga tema flora.
Dengan telaten dan hati-hati, peserta difabel mewarnai lembaran kain putih yang sudah bergambar dan sebagian memiliki warna. Menggunakan kuas kecil yang dicelup pada pewarna kain, peserta mulai mengisi ruang-ruang kosong pada kain putih yangbtelah disediakan panitia.
Salah satu peserta difabel asal Kecamatan Wagir, Bayu (18) tampak telaten memoleskan kuas bersaput warna ungu di atas selembar kain yang sudah digambar dengan bentuk bunga. Dengan tenang, remaja bermata biru itu memoleskan kuas. Bahkan, setelah semua gambar bunga diwarnai, barulah dipoleskan warna hijau tua untuk daunnya.
Tak hanya Bayu yang terlihat serius mewarnai kain batik. Alifah (20) dan Wulan (19) asal Turen juga terlihat telaten menyelesaikan pewarnaan. Sesekali mereka bercakap dalam bahasa isyarat.
“Kami senang mengikuti pelatihan membatik ini. Tidak susah, mudah dan materinya bisa kami tangkap,” terang Alifah dengan bahasa isyarat.
Sementara, pendamping peserta difabel, Intan Kumalasari dari SLB Dharma Wanita 01 Pakisaji menjelaskan tidak ada perbedaan pemberian materi bagi peserta penyandang disabilitas atau bukan. Menurutnya semua diperlakukan sama.
“Peserta difabel juga lancar mengikuti kegiatan. Mereka dapat menangkap materi dengan baik. Masalah komunikasi bukan jadi kendala mas. Jika memang tidak mengerti bahasa isyarat ya menggunakan tulisan,” urai Intan.
Terpisah, Kepala Bidang Pelatihan dan Produktivitas (Lattas) Disnaker Kabupaten Malang, M Yekti Pracoyo menjelaskan pelatihan ini tidak hanya memberikan keterampilan bagi para peserta, khususnya difabel. Namun juga memberikan kemampuan bagi peserta difabel untuk berwiurausaha. Hal tersebut diketahui dari materi yang diberikan selama pelatihan membatik.
Laki-laki yang akrab disapa Yekti ini menjelaskan, peserta membatik juga mendapatkan materi mengenai kewirausahaan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), serta materi tentant pembiayaan keuangan bagi wirausahawan dari Bank Jatim.
“Kami berdayakan difabel agar lebih mandiri. Kemudian, merujuk pada petunjuk dari Pak Yoyok Wardoyo (Kadisnaker:Red) kami tidak hanya memberikan pelatihan saja. Namun juga kelanjutan jadi ada sustainable,sehingga nanti muaranya dapat berwirausaha,” tukasnya.
Kata Yekti, nantinya juga akan ada kerjasama dengan dua perusahaan batik. Mereka berasal dari Probolinggo dan Kepanjen. Sistem kerjasamanya, managemen perusahaan memberikan alat dan bahan bagi para peserta pelatihan. Kemudian peserta bisa mengerjakan di rumah. Selanjutnya, jika sudah selesai akan diambil oleh perusahaan tersebut, sehingga para perajin bisa memperoleh penghasilan.
“Jadi pelatihannya tidak berhenti sampai di sini tapi ada kelanjutan. Kemungkinan model kerja sama ini akan dilaksanakan usai Lebaran,” tegasnya.
Ditambahkan, pelatihan membatik dipilih karena dinilai sebagai warisan budaya Indonesia. Pelatihan tersebut tidak hanya untuk memberikan pembekalan kemampuan bagi peserta, tetapi juga melestarikan kebudayaan lokal Indonesia yang sudah mendunia. Diharapkan melestarikan batik mampu memberikan dampak pada peningkatan pariwisata di Kabupaten Malang.
Pelatihan membatik tersebut dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Malang bekerja sama dengan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Ganesa, Kepanjen. Kegiatan telah digelar selama tiga hari. (js1)