JAVASATU.COM- Ribuan anak pekerja migran asal Kabupaten Gresik hidup tanpa identitas di Malaysia. Mereka tak memiliki akta kelahiran, dokumen kewarganegaraan, hingga hak dasar seperti pendidikan dan layanan kesehatan. Kondisi itu mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik bersama Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Gresik menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk menyelamatkan anak-anak tersebut.

Penandatanganan dilakukan di sela acara puncak peringatan Hari Santri Nasional 2025 di Aula Masjid Maulana Malik Ibrahim, Kamis (23/10/2025). Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani dan Ketua PCNU Gresik KH Mulyadi sepakat bersinergi dalam program pemenuhan hak anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI), khususnya yang lahir di Malaysia dari pasangan warga Gresik.
“Ini bukan sekadar kerja sama administratif, tapi ikhtiar kemanusiaan. Anak-anak Gresik yang lahir di luar negeri harus tetap mendapat hak dasarnya sebagai manusia dan warga negara,” kata KH Mulyadi.
Bupati Yani menjelaskan, Pemkab Gresik tak bisa menutup mata terhadap dampak globalisasi tenaga kerja. Ribuan warganya menjadi PMI di Malaysia, banyak di antaranya menikah secara siri dan memiliki anak tanpa dokumen resmi. Akibatnya, anak-anak itu hidup di wilayah perbatasan tanpa status hukum yang jelas.
“Ketika anak itu lahir dari pernikahan siri, otomatis tidak ada dokumen resmi. Mereka tidak bisa sekolah, tidak bisa mengakses layanan kesehatan, bahkan tidak tercatat sebagai warga negara mana pun,” ujar Bupati Yani.
Menurut data Pemkab Gresik, sedikitnya ada 4.000 anak PMI asal Gresik yang kini sedang diidentifikasi. Mereka tersebar di delapan kecamatan kantong pekerja migran, antara lain Manyar, Bungah, Sidayu, Dukun, Panceng, Pangkah, Sangkapura, dan Tambak di Pulau Bawean. Pemerintah tengah memverifikasi apakah mereka anak hasil pernikahan sesama warga Gresik atau lintas daerah.
Yani menegaskan, solusi jangka pendek yang disiapkan adalah memulangkan anak-anak tersebut ke tanah air agar bisa mendapatkan identitas legal dan pendidikan.
“Yang penting bisa dibawa pulang dulu. Setelah itu bisa kami arahkan, mau sekolah negeri melalui dinas atau mondok di lembaga pendidikan di bawah NU,” jelasnya.
Pemkab Gresik juga menggandeng Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) dan Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU untuk menampung anak-anak yang kembali ke Indonesia. Pesantren-pesantren di bawah PCNU disiapkan sebagai rumah sementara sekaligus tempat pendidikan karakter dan agama bagi mereka.
Dalam momentum Hari Santri tersebut, PCNU Gresik juga meluncurkan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Omah Masyarakat Berdaya Gresik (LKKNU) untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja, serta Festival Santri X sebagai wadah kreativitas santri.
Sebagai bentuk apresiasi, Katib Syuriah PCNU Gresik KH Abdul Malik mengalungkan sorban kepada Bupati Yani, menobatkannya sebagai “Bupati Santri” atas komitmennya mengangkat isu kemanusiaan lintas negara.
“Kami ingin memastikan, tidak ada satu pun anak Gresik yang kehilangan hak dasarnya hanya karena lahir jauh dari tanah leluhurnya,” tegas Bupati Yani. (bas/arf)