JAVASATU.COM- Pulo Lasman Simanjuntak, penyair yang telah lama berkiprah di dunia sastra, kembali menarik perhatian dengan puisi-puisi yang kaya akan imaji liar.

Prof. Dr. Wahyu Wibowo, dosen Bahasa Filsafat di Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, menilai bahwa karya Pulo Lasman penuh dengan teknik pembentukan imaji liar yang unik, menggunakan diksi yang tidak biasa.
Menurut Prof. Wahyu, penggunaan kata-kata seperti “janin” yang lahir dari “pecahan rahim rembulan” menciptakan citraan yang tak terduga, memaksa pembaca untuk merenungkan makna yang lebih dalam. Hal ini membuat puisi-puisi Pulo Lasman menjadi ambigu, penuh misteri, dan mengundang penafsiran yang lebih luas.
“Puisi-puisi Pulo Lasman Simanjuntak kaya akan bentuk dan warna. Setiap karyanya mengusung gaya ini dengan penuh kesadaran dan tekad untuk mengeksplorasi dunia melalui refleksi-refleksi pribadi yang mendalam,” kata Prof. Wahyu, Rabu (8/1/2025).
Dalam satu bait puisinya, “kuburan berbatu-batu disinari matahari murtad,” Pulo Lasman berhasil menggambarkan imaji liar yang kuat. Prof. Wahyu juga menambahkan bahwa penyair ini sering kali bergulat dalam kesepian, merefleksikan hidupnya melalui karya-karya yang tak selalu mudah dipahami, namun tetap menunjukkan tujuan yang jelas.
Pulo Lasman, lanjut Prof. Wahyu, tidak peduli apakah pembacanya mampu mengerti puisinya dengan mudah.
“Ia terus menulis, meskipun puisi-puisinya tak selalu ‘berbicara’ dengan jelas. Namun, di balik kata-kata itu, ia selalu berusaha menyampaikan sesuatu yang penting,” jelasnya.
Salah satu contoh karya Pulo Lasman yang menarik perhatian adalah puisi berjudul “Ulang Tahun Membaca Suara Tuhan”, di mana ia menggambarkan kehidupan yang penuh kesakitan, namun tetap bertahan dalam pencarian makna eksistensi Tuhan. Pulo Lasman merasa seolah terjebak dalam kehidupan yang penuh air mata, namun tetap berusaha bergerak meski usia terus berlalu.
Penyair dan sastrawan, Herman Syahara, menggambarkan karya Pulo Lasman sebagai apel-apel yang dipetik dengan bahagia, menciptakan puisi yang sarat dengan majas dan diksi yang kaya. Menurutnya, setiap puisi Pulo Lasman memiliki ciri khas yang membuatnya mudah dikenali.
Selain sebagai penyair, Pulo Lasman juga dikenal sebagai seorang rohaniawan dan jurnalis berpengalaman. Keahlian jurnalistiknya tercermin dalam karya-karyanya yang memiliki struktur dan gaya yang unik.
Apresiasi terhadap karya Pulo Lasman juga datang dari penyair Nanang R. Supriyatin yang mengakui kekuatan diksi dan tema puisi-puisinya.
“Diksi dan tema dalam puisi-puisi Pulo Lasman Simanjuntak sudah sangat kuat,” ujarnya.
Penyair dan sastrawan D. Zawawi Imron menambahkan bahwa puisi Pulo Lasman memiliki nuansa surrealis yang segar dan penuh eksperimen kreatif.
“Puisi-puisinya bisa menjadi penyegar di tengah zaman yang terus berkembang,” ujarnya.
Penyair lain, Anto Narasoma, memuji kekuatan estetik dalam puisi-puisi Pulo Lasman, sementara Humam D. Chudori menyoroti pemilihan diksi yang luar biasa dalam karya-karya penyair ini.
Dengan gaya dan imaji liar yang khas, Pulo Lasman Simanjuntak terus mengukir jejak di dunia sastra Indonesia, memberikan inspirasi bagi pembaca yang mencari keindahan dalam kata-kata yang tak terduga. (Arf)
Berikut dua puisi terbaik yang dipilih sebagai karya terbaru dari Penyair Pulo Lasman Simanjuntak:
RUMAH DUKA, SAJAKKU MENGALIRKAN GENANGAN AIR MATA
rumah duka
di sini
sajakku
mengalirkan
genangan air mata
sepi terkunci rapi
di sudut ruangan
bunga mawar putih
berbaris tegak
semerbak
bau kematian
jasadnya perkasa
terbaring dingin
wangi peti mati
diawetkan
untuk satu abad
tanpa suara koor gereja
terjebak
pada kesaksian
memanjang
kadang menjemukan
ia lelaki pekerja keras, katamu
punya karakter bipolar
menggenapi
perkawinan ganjil
masa lalunya
membentur
ribuan cerita
keluh kesah
persungutan padang pasir
untuk dikremasi
kemana gerangan khotbah pandita, tanyamu lagi
ditebar sejak sianghari
menyanyikan penghiburan
bertubi-tubi
sampai menembus
tubuh penyakitan
sudah dibakar iman
yang tak bertumbuh dan berakar
konon kata penyanyi berjanggut putih;
ia mati semalam
kurang air garam
kurang asupan vitamin
kurang suntikan protein
oi, rumah duka
di sini
sajakku
mengalirkan
genangan air mata
agar kami semua
para pelayat
ingat giliran siapa
turun perlahan (pasti!)
ke dunia orang mati
sunyi abadi
terasing
sampai kami dibangkitkan
menjemput Tuhan
kekal di awan
Rumah Duka RS. Fatmawati
Jakarta Selatan, Sabtu malam 28 Desember 2024
MENUJU KUBURAN TANPA KEMATIAN
menuju kuburan
pinggir jalan
tanpa kematian
hanya gelisah
berputar pada otak belakang
amarahku
mengeluarkan darah
di atas ranjang
terdengar suara
para dewa kejijikan
bertengkar keras
ataukah tanpa membawa
pisau belati
sejak pagihari
perkawinan ini
hanya persungutan
sekian tahun
jadi sunyi menahun
ayo, kita bergegas
berangkat tancap gas
berdiri di atas tanah merah
mengangkat matahari
lembut sekali
sehingga kita mengerti
maut dan karakter diri
dapat diselesaikan
dengan rukun persaudaraan
terpisah antar benua
terbang mengerikan
sakit dan penderitaan
diselesaikan
dengan mata uang