JAVASATU.COM-MALANG- Politeknik Negeri Malang (Polinema) dikabarkan dikenai denda ratusan juta rupiah setelah Mahkamah Agung (MA) RI mengabulkan gugatan warga pemilik tanah yang dibeli oleh Polinema. Hakim menyatakan bahwa pengadaan tanah oleh Polinema di Jalan Pisang Kipas, Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang telah sesuai prosedur.

Gugatan diajukan oleh Hadi Cs, selaku pemilik tanah, terhadap Polinema yang dipimpin oleh Supriyatna Adisuwignyo, dan dikabulkan sepenuhnya oleh MA. Akibatnya, Polinema dihukum untuk membayar kekurangan harga tanah senilai Rp 20 miliar berikut dengan denda keterlambatan pembayaran.
Padahal, dana pengadaan tanah tersebut sudah disiapkan oleh Direktur sebelumnya, Awan Setiawan dan telah disetujui serta masuk dalam DIPA tahun 2022-2023. Namun, pembayaran tidak dilakukan oleh Direktur baru, Supriyatna Adisuwignyo.
Gugatan ini bermula ketika proses jual beli tanah dan pembayaran dihentikan oleh Direktur Polinema, Supriatna Adisuwignyo, yang menjabat pada periode 2021-2025, setelah Awan Setiawan menjabat pada 2017-2021. Tuduhan pihak Direktur Polinema adanya mark up harga yang dilakukan oleh mantan Direktur Polinema periode 2017-2021 menjadi alasan utama penghentian pembayaran.
Diketahui, pengadaan tanah untuk pengembangan kampus dimulai sejak tahun 2019 dan mengacu pada Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tahun 2019-2024 serta Rencana Induk Pengembangan (RIP) Polinema tahun 2010-2034. Total tanah yang dibeli oleh Polinema mencapai 7.104 meter persegi dengan nilai total Rp 42.642.000.000. Pembayaran yang tersisa hingga proyek pengadaan tanah itu macet mencapai 3 termin dengan nilai Rp 20 miliar.
Pihak pemilik tanah yang merasa dirugikan akhirnya menggugat Polinema secara perdata.
“Para pemilik tanah ini hanya ingin tanah mereka segera dibayar,” ujar Didik Lestariyono, SH MH, pendamping hukum Direktur periode 2017-2021.
Didik mengungkapkan, dalam proses pengadilan yang mencapai tingkat kasasi di MA, gugatan pemilik tanah dikabulkan seluruhnya oleh Majelis Hakim, yang menyatakan bahwa proses pengadaan tanah oleh Polinema telah sesuai prosedur.
“Atas putusan tersebut, Polinema dinyatakan bersalah dan diwajibkan membayar sisa kekurangan pembayaran sebesar Rp 20 miliar, serta membayar denda mencapai ratusan juta,” ungkap Didik.
Didik juga menilai bahwa putusan MA ini secara tidak langsung mengkonfirmasi bahwa proses pengadaan tanah Polinema telah memenuhi klausa halal dan tidak ada unsur perbuatan melawan hukum apalagi korupsi.
“Putusan ini menunjukkan bahwa tidak ada mal administrasi, tidak ada mark up, dan tidak ada korupsi,” tegas Didik.
Terhadap putusan tersebut, Didik mempertimbangkan untuk berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna memeriksa perkara ini dan menjadikan putusan MA sebagai bukti tambahan di Kejaksaan Tinggi.
“Seharusnya Polinema membayar kekurangan pembayaran atas tanah tersebut terlebih dahulu agar terhindar dari risiko denda. Sekarang sudah ada Putusan Inkraht Mahkamah Agung yang amarnya menghukum Polinema dan tentunya putusan MA tersebut harus dipatuhi,” jelas Didik.
Sementara itu, pihak Polinema belum memberikan keterangan resmi terkait hal ini. Meskipun telah merespon saat dihubungi, belum ada pernyataan resmi untuk menyikapi perkara tersebut. (Dop/Arf)