Javasatu, Malang- Ironis, disaat-saat musim penghujan seperti ini, tapi justru petani di dua kecamatan di Kabupaten Malang justru kekurangan air.
Petani resah dengan sumber air yang selama ini mengaliri ladangnya justru di ambil untuk kepentingan PDAM Kota Malang. Yang punya lahan Kabupaten Malang malah tidak menikmatinya. Dan petani malah yang dirugikan.
Menyikapi sulitnya air maka gabungan Petani Pemakai Air Tirto Songo Pakis-Tumpang meluruk kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang, Rabu (4/3/2020).

Koordinator Gabungan Petani Pemakai Air Tirto Songo Pakis – Tumpang, M Saiful mengatakan, tujuan kedatangan sekitar 100 warga dari 9 desa di Pakis dan Tumpang itu untuk membahas permasalahan pemanfaatan air Sumber Pitu, Desa Duwet Krajan, Tumpang. Karena merasa dirugikan dan sumber itu dieksploitasi oleh Perumda Tirta Kanjuruhan Kabupaten Malang dan Perumda Tugu Tirta Kota Malang.
“Tujuan kami kesini untuk menyampaikan aspirasi masyarakat tani yang selama ini kekurangan air untuk pertanian. Penyebabnya ya itu, diambil PDAM,” kata Saiful, saat ditemui di kantor DPRD Kabupaten Malang, Jalan Panji Kepanjen.

Dampak dari eksploitasi itu menurut Saiful, 9 desa kekurangan air untuk lahan pertanian itu meliputi, Desa Tumpang, Malangsuko, Jeru, Sumberpasir, Sukoanyar, Pucang Songo, Wringin Songo, Bokor, serta Slamet.
“Itu sejak tahun 2014, proyek dari PDAM Kabupaten Malang untuk dijual ke PDAM Kota Malang. Dulu sudah sempat di mediasi tahun 2015 di dewan juga, tapi hasilnya nihil. Ini kan sumber tinggal satu, itu untuk mengaliri total 987 hektar lahan. Ya untuk padi, jagung, palawija. Sekarang gara-gara kekurangan air ini jadi hasil panennya kurang. Misalnya padi yang dulu satu tahun bisa sampai tiga kali panen, sekarang cuma sekali, itupun hasilnya tidak maksimal. Estimasinya, kalau satu hektar bisa menghasilkan 8 ton padi, satu kali panen itu bisa rugi Rp 30 juta,” tuturnya.
Saiful menambahkan, gara-gara kekurangan air itu, warga kerapkali berselisih paham. Petani tidak banyak menuntut hanya berharap para dewan bisa menjembatani permasalahan yang dialami saat ini.
“Gara-gara itu, ada banyak warga yang berselisih karena rebutan air. Kita sekarang membawa misi yang sama karena semua membutuhkan air. Apalagi sekarang pipa PDAM besar-besar, apa ini gak mematikan petani? PDAM hanya mengambil air saja,” tegasnya.
Saiful menerangkan, para petani juga menyadari mereka juga harus mendukung program pemerintah dalam hal swasembada pangan. Tapi sebaiknya juga ada dukungan nyata dari pemerintah.
“Petani ini kan ikut mendorong swasembada pangan pemerintah. Progam pemerintah untuk pertanian tidak akan jalan kalau tidak ada air. Kita ingin jalan keluar yang baik, kita kan mengemban program pemerintah,” pungkasnya. (Agb/Arf)