
Meragukan Pikiran
Oleh: Tri Handoyo – Pengurus Perkumpulan Penulis Satupena Jawa Timur
Dari perbincangan panjang lebar dengan manusia kompleks, saya mencoba menyorot sisi pikiran.
Oh iya, saya sebut kompleks, karena setelah beliau menunjukan beberapa lukisan-lukisan di HP-nya, semakin lengkap rasa kagum saya kepadanya. Sebelumnya saya tidak mengira seorang pelukis bisa sekaligus seorang pemikir yang kritis.
Beliau adalah bapak prof Slamet HK. Maestro yang barangkali bisa disejajarkan dengan para pendekar seni rupa sekelas Afandi atau Abdullah.
Ini penilaian subyektif. Tentu saja. Siapakah orang yang punya pemikiran benar-benar obyektif? Pasti sangat langka. Inilah salah satu topik obrolan santai di teras siang tadi, Kamis (9/3/2023).
Pikiran adalah identitas manusia yang sejati. Maka, berupaya untuk memiliki pikiran yang mampu bekerja secara obyektif, merdeka, bebas dari segala bentuk setting dan framing, merupakan perjuangan hidup yang sejati pula.
Schopenhauer, filusuf Jerman yang pada masa lampau pernah mendakwahkan bahwa logika itu hanya kulit luar dari sesuatu yang lebih dalam dan luas. Dia menyebutnya itulah hati.
Dari hasil riset para pakar neurosains dewasa ini, rupanya dugaan schophenhauer itu tepat. Tempat logika hanya bagian tipis di prefrontal lobe. Tempat untuk meneliti, memilah, menimbang, dan memutuskan sesuatu itu hanya bagian kecil dari otak secara keseluruhan.
Nah, dalam filsafat Jawa, seperti yang diuraikan Prof Slamet, ada tiga tingkatan pemikiran yang bukan hanya sebatas logika. Sebagian besar otak kita disebut patietal lobe. Di situlah peran segala rasa.
Berpikir kritis rupanya sudah menjadi tradisi para leluhur kita. Sehingga bisa memiliki kesadaran bahwa ‘rasa’ menjadi urusan yang jauh lebih penting ketimbang logika.
Namun demikian, pikiran pun akhirnya menjadi arena pertarungan bagi dirinya sendiri. Imam Ghazali pun mendakwahkan agar meragukan hasil pikiran.
Dalam neurosains, terbukti bahwa pikiran itu memang mudah dimanipulasi, baik denga cara disugesti, dihipnotis, digendam, atau dengan obat-obatan kimiawi seperti narkoba.
Dengan demikian, pokok segala persoalan kehidupan itu adalah di pikiran, dan karena itu, pikiran menjadi identitas manusia yang sejati.
Diawali dengan meragukan segala sesuatu, dengan berani dan sungguh-sungguh, maka diharapkan manusia akan mampu mencapai, atau paling tidak mendekati kebenaran.
Prof Slamet juga menyinggung Rene Descard, filusuf yang populer dengan ucapan ‘Cogito ergosum’. Saya berpikir maka saya ada.
Selamat Succesfull Sedulur SatuPena SatuHati SatuJiwa SatuRasa KOMPAK KEBERSAMAAN sepanjang masa Succesfull Sedulur