JAVASATU.COM-MALANG- Dituduh adik ipar (Sutris) memalsukan surat jual beli tanah. Kakak ipar (Ngatipah, 58 tahun) melalui Kantor Jasa Firma Hukum, Dr Yayan Riyanto and Partners menggugat adik ipar ke Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen Kabupaten Malang.

Ngatipah diketahui warga asal Dusun Banjarsari, Desa Banjarrejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Ngatipah adalah Istri dari Almarhum Supari yang diwarisi bidang tanah seluas 4.800 meter persegi di Desa Kedungrejo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Kepada awak media, Kuasa Hukum Ngatipah, Yayan Riyanto membeberkan, kasus ini bermula saat Sutris melaporkan Ngatipah dan anaknya ke Polres Malang. Sutris menuduh Ngatipah menggunakan tanda tangan palsu untuk jual beli tanah tersebut.
“Kasus ini berawal saat pihak tergugat Sutris Cs melaporkan Ngatipah beserta anaknya ke Polres Malang. Surat tersebut ditindaklanjuti dengan surat perintah penyidikan Nomor: Sp.Lidik/1163/VII/022/Reskrim pada tanggal 29 Juli 2022 lalu,” terang Yayan Riyanto membeberkan kepada media ini, Selasa (7/2/2023) siang.
Kuasa Hukum Ngatipah Layangkan Penangguhan
Selanjutnya Yayan Riyanto melayangkan surat permohonan penangguhan penyidikan dengan nomor: LP/B/14/1/2023/SPKT/Polres Malang/Polda Polda Jawa Timur pada Senin 6 Januari 2023, tentang jual beli tanah. Menurut Yayan, permohonan penangguhan penyidikan dilakukan karena perjanjian jual-beli Nomor: 01 Tanggal 7 Februari 2022 sah.
“Kami melakukan gugatan karena pihak tergugat (Sutris) menyatakan perjanjian jual-beli obyek tanah Nomor: 01 Tanggal 7 Februari 2022 itu palsu,” tegas Yayan.
Menurut Yayan, perjanjian jual-beli obyek tanah tersebut tertera pada tanggal 6 April 2002 silam. Dalam surat tersebut, Supari (suami Ngatipah) membeli tanah seluas 4.800 meter persegi seharga Rp. 20 juta dari Ibu Kandungnya, Sarinten yang disaksikan oleh kepala desa saat itu, Suradi Arif.
Lanjut Yayan, didalam surat tersebut juga terdapat tanda tangan Sutris dan saudara kandung lainnya sebagai anak dari Sarinten. Artinya transaksi jual beli atas persetujuan seluruh pihak termasuk anak anak Sarinten dan Supari selaku pembeli. Alasannya untuk menutup Hutang dari Orang tuanya (Sarinten).
“Bapak Supari memanfaatkan lahan tersebut untuk bertani sayuran. Namun saat pak Supari meninggal, ahli warisnya menjual tanah tersebut kepada PT Bintang Indonesia Mashyur, untuk Perumahan Lavana Land,” beber Yayan.
“Namun, Sutris, Rumana, dan saudara saudara menolak surat Jual Beli tersebut. Sutris mengaku tidak pernah tanda tangan apapun berkenaan dengan jual beli tanah,” sambung Yayan.
“Sutris menuduh surat tersebut palsu karena menggunakan tanda tangannya yang bukan miliknya. Sutris juga menuduh Ngatipah menjual tanah tersebut menggunakan surat palsu kepada pihak pengembang perumahan,” ungkap Yayan.
Merasa tidak terima, Sutris dan saudara-saudaranya lantas melaporkan Ngatipah ke Polisi. Keduanya selain menolak untuk mengakui transaksi jual beli juga masih percaya tanah tersebut masih milik kedua orang tua mereka.
“Sutris dan Saudara saudaranya nggak mau mengakui hal ini (transaksi jual beli). Mereka bilangnya tanah tersebut masih milik orang tua mereka,” kata Yayan Riyanto.
Yayan dan tim sangat yakin kalau surat jual beli tanah 12 tahun silam tersebut asli. Surat tersebut dimiliki oleh Ngatipah selaku istri dan ahli waris almarhum.
“Berdasarkan ketentuan Pasal 78 KUHP disebutkan kewenangan menuntut pidana hapus karena kadaluarsa, dan seharusnya Polres Malang menolak Laporan itu. Apalagi hingga saat ini belum ada Putusan Pengadilan yang menyatakan bahwa Surat jual beli yang dimiliki oleh Ngatipah Cs adalah palsu, maka surat jual beli tersebut haruslah dinyatakan asli sah,” tegasnya.
Gugatan Sudah Didaftarkan ke PN
Untuk itu, tambah Yayan, pihaknya dan Ngatipah Cs telah mendaftarkan gugatan sebagai upaya perbuatan melawan hukum kepada Sutris dan Rumana Cs di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen Kabupaten Malang pada tanggal 27 Januari 2023 lalu.
“Gugatan itu kami layangkan agar PN menyatakan jika perbuatan para tergugat yang tidak mengakui telah menyetujui dan menandatangani Surat pernyataan dan Jual-Beli Tanah tertanggal 6 April 2002 antara Almarhumah Sarinten dengan Almarhum Supari adalah Perbuatan Melawan Hukum,” pintanya.
Yayan juga menuntut agar PN Kabupaten Malang untuk mengesahkan perjanjian Jual Beli antar almarhumah Sarinten dengan almarhum Supari terhadap obyek tanah yang berdasarkan petok D No. 1273 Persil No. 10, No. SPPT 1660, seluas 4.800 m2.
Tanggapan Kuasa Hukum Sutris
Sementara dari Kuasa Hukum Tergugat (Sutris), Didik Lestariono mengatakan bahwa perjanjian jual beli yang dibuat oleh Kepala Desa juga cacat formil. Namun saat dikonfirmasi Kepala Desa saat itu mengaku tidak pernah menandatangani perjanjian tersebut.
“Kepala desa bilang tanda tangannya dipalsu. Pernyataan tersebut juga terekam dalam kamera cctv di ruang Ananta Yudha Polres Malang,” ujar Didik melalui pesan singkatnya di WhatsApp salah satu awak media. (Dop/Saf)