JAVASATU.COM-MALANG- Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang hingga akhir November 2023 telah mencatat ada 28.073 orang yang terduga Tuberkulosis (TBC). Namun sedikitnya ada 3.108 orang atau 79.33 yang sudah diobati.
Sementara itu dari catatan WHO tahun 2021, Indonesia berada di peringkat kedua setelah India, negara dengan kasus tuberkulosis terbesar dengan estimasi insiden sebesar 824.000 kasus atau 391 per 100.000 penduduk.
Dan untuk Jawa Timur merupakan provinsi yang menyumbang beban tuberkulosis terbesar di Indonesia dengan estimasi insiden sebesar 95.925 kasus atau 239 per 100.000 penduduk di tahun 2021.
Untuk target dalam rangka eliminasi TBC di tahun 2023 adalah penurunan angka kejadian TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk, dan penurunan angka kematian akibat TBC menjadi 6 per 100.000 penduduk.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalaian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Tri Awignami Astoeti mengatakan, Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah prioritas dalam program penanggulangan TBC.
“Adapun kondisi penemuan kasus penderita TBC di Kabupaten Malang saat ini ibarat menghadapi fenomena gunung es, begitu sedikit yang terlihat di permukaan namun di bawah permukaan masih banyak kasus yang belum berhasil terlaporkan,” kata Tri, Senin (04/12/2023).
Tri mengakui, masih kurangnya jumlah temuan kasus yang diobati ini dikarenakan beberapa faktor.
“Pertama, masih ada penderita TBC yang belum mengakses layanan untuk berobat dan masih banyak terduga yang sudah mengakses layanan belum mampu mengeluarkan dahak untuk pemeriksaan. Kedua, masih kurangnya pencatatan dan pelaporan yang tercatat SITB yang menyebabkan under-reporting akibat jejaring internal fasilitas kesehatan yang belum optimal,” jelasnya.
Untuk menghadapi kendala itu, Tri melakukan upaya strategi akselerasi dan optimalisasi penemuan kasus, mulai dari melakukan surveilans penemuan kasus baik secara aktif masif maupun pasif intensif.
Penemuan kasus secara aktif masif melalui kegiatan penemuan pasien TBC di luar faskes, melakukan investigasi kontak pada orang dengan kontak erat pasien TBC, penemuan kasus di tempat khusus (pesantren, tempat kerja, lapas) dan populasi berisiko, skrining massal, dan kolaborasi lintas program seperti PIS-PK, KIA, dan gizi.
Penemuan kasus pasif intensif yaitu melalui penguatan jejaring layanan antar faskes satu dengan lainnya, kolaborasi layanan antar faskes, serta penjaringan kasus melalui skrining batuk oleh petugas. Kegiatan surveilans aktif penemuan kasus ini senantiasa dipantau oleh Dinas Kesehatan melalui SITB (Sistem Informasi Tuberkulosis).
“Upaya lain yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan Kabupaten Malang yaitu membentuk DPPM yang terdiri dari pemegang kebijakan multisektor seperti Dinas Pendidikan, Kementerian Agama wilayah Malang, Dinas Ketenagakerjaan, BPJS, serta komunitas kader Yayasan Bhanu Yasa Sejahtera (YABHYSA) guna merumuskan kebijakan yang berhubungan dengan kebijakan program TBC khususnya penemuan dan pelaporan kasus,” tutur Tri.
Semua upaya itu sendiri dilakukan untuk meningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multisektor lainnya dalam rangka percepatan penemuan dan pelaporan kasus TBC, sehingga target Indonesia mencapai eliminasi TBC tahun 2030 dapat terwujud. (Agb/Arf)