JAVASATU-GRESIK- Keinginan masyarakat dan pemerintah ingin memliki Peraturan Daerah (Perda) baru terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tahun 2021 ini nampaknya belum bisa terwujud. Pasalnya, hingga penghujung tahun 2021 ini Panitia Khusus (Pansus) RTRW yang dibentuk oleh DPRD Gresik belum merampungkan tugasnya.

Wakil Ketua DPRD Gresik Mujid Ridwan kepada media menyampaikan bahwa masih diperlukan sinkronisasi data mulai dari pusat sampai daerah.
“DPRD melalui pansus yang dibentuk masih perlu waktu untuk mensinkronisasikan data mulai dari pusat, provinsi dan daerah” kata dia, Rabu (29/12/2021).
Menurut pria yang juga ketua DPC PDIP Gresik itu, hal tersebut perlu dilakukan agar ketika perda terkait tata ruang ditetapkan tidak menimbulkan masalah yang tidak diinginkan.
“Ketika semua data sudah tersingkronisasi, maka tidak ada lagi pertentangan ketika perda digedok” tegasnya.
Terkait dengan habisnya masa persidangan di tahun 2021, Mujid Ridwan menegaskan bahwa masa kerja pansus bisa dilanjutkan di masa persidangan tahun 2022.
“Ndak masalah, pansus tetap bekerja di masa persidangan tahun depan” imbuhnya.

Sebagaimana disampaikan oleh ketua Pansus RTRW M. Syahrul Munir bahwa pansus masih menunggu kajian detil dari eksekutif.
“Terutama pada perubahan pola ruang yang sebelumnya adalah kawasan pertanian dan perikanan menjadi kawasan industri. Ada 3 titik lokasi yang menjadi pusat perhatian yakni, Agro industri di sekitar Waduk Sukodono, Kawasan Industri Halal di Sidayu, dan Pengolahan Limbah B3 di Ujungpangkah,” ujarnya.
Menurut pria yang juga ketua Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Gresik itu, Pansus ingin memastikan bahwa konsep pengembangan kawasan industri benar-benar menjadi manfaat bagi masyarakat, bukan menjadi mudharat.
“Maka perlu pendalaman kajian baik itu secara teknis maupun secara sosiologis agar jangan sampai setelah kita sahkan perda RTRW ini justru malah menjadi polemik dan konflik sosial di masyarakat,” jelasnya.

M. Syahrul Munir mencontohkan, baru saja muncul konflik sosial seperti di Mengare akibat pengembangan kawasan JIIPE. Nelayan demo di titik pengembangan kawasan di Desa Kramat Bungah.
“Kita gak mau hal yang seperti ini terjadi lagi. Di samping konsep pengembangan kawasan, sosialisasi ke masyarakat dan mitigasi resiko konflik sosial juga harus dilakukan dahulu oleh Pemda,” imbuhnya.
Contoh lainnya menurut M. Syahy Munir seperti Waduk Sukodono itu proyek APBN, namun APBD kita juga terserap kesana untuk membuat jaringan tersier. Secara eksisting pemanfaatannya masih belum maksimal untuk menjadi penopang kebutuhan air bagi petani-petani di sekitar waduk.
“Ini sudah mau dijadikan kawasan industri saja tanpa ada kajian yang jelas. KIH kita dapat informasi bahwa nanti targetnya impor sapi dari Brazil terus diekspor dalam bentuk olahan. Itu bagaimana konsepnya? Lha wong sekitar Panceng dan Pangkah itu banyak peternak sapi kok tidak memaksimalkan potensi lokal,” ungkapnya penuh tanda tanya.

Selanjutnya, politisi PKB itu menambahkan bahwa Pengolahan Limbah B3 di Ujungpangkah juga perlu kajian lebih lanjut karena rawan konflik sosial yang sangat tinggi dengan masyarakat. Belum lagi bicara potensi dampak lingkungan yang sangat berbahaya. Meskipun sebenarnya pengolahan Limbah B3 itu sangat penting juga bagi daerah yang banyak industrinya seperti di Gresik agar pencemaran semakin terkendali.
Baca Lainnya: Refleksi Tahun 2021 dan Resolusi Kinerja Pemkab Blitar Tahun 2022
Dia menegaskan, pansus menargetkan pembahasan akan segera rampung dalam waktu dekat.
“Pertengahan Januari ada rencana pembahasan lintas sektoral dengan provinsi dan Kementerian untuk penyelarasan. Jadi kita target awal Januari harus sudah tuntas,” pungkasnya optimis. (Bas/Nuh)