JAVASATU.COM-MALANG- Peringatan Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) 2025 menjadi momen istimewa di Pondok Pesantren Wisata An-Nur II “Al-Murtadlo”, Bululawang, Kabupaten Malang. Tak sekadar seremoni, ratusan santriwati di pesantren seluas 17 hektare ini dibekali keterampilan praktis: membuat jilbab dengan teknik pewarnaan Shibori.

Kegiatan yang digelar Sabtu (3/5/2025) di Aula Yaqowiy itu diikuti 466 santriwati tingkat akhir dari jenjang Aliyah dan Diniyah. Mereka dibimbing langsung oleh Ita Fitriyah, S.T., M.T., pemilik Batik Lintang Malang sekaligus asesor bersertifikat dari BNSP-LSP Batik.
Hj. Dra. Latifah, M.Pd., pengasuh Ponpes Putri An-Nur II menekankan, pentingnya keseimbangan antara ilmu agama dan keterampilan hidup. Pemilihan pelatihan Shibori juga disesuaikan dengan waktu pelaksanaan HARDIKNAS yang terbatas, namun tetap memberi nilai lebih secara fungsional dan ekonomis.
“Kami ingin para santriwati tidak hanya membawa ilmu agama saat boyong (pulang), tapi juga keterampilan yang bisa menjadi bekal hidup di masyarakat,” ujar perempuan yang dikenal aktif dalam pengembangan pendidikan keterampilan bagi santri.
Ia menegaskan HARDIKNAS 2025 di Ponpes An-Nur II benar-benar menjadi perayaan yang membumi: penuh keterlibatan, pembelajaran, dan tawa santri. Tak sekadar mengenang Ki Hajar Dewantara, tetapi juga menanamkan semangat kemandirian dan kreativitas sejak dini.
“Terima kasih sudah membuat para santri bahagia dan percaya diri. HARDIKNAS tahun ini benar-benar penuh senyum,” pungkas Bu Nyai Latifah.
Sementara itu, Ita Fitriyah menyampaikan apresiasinya atas semangat para santriwati. Menurutnya, keterlibatan aktif santri dalam proses kreatif akan membangun rasa percaya diri dan kebanggaan atas karya sendiri.
“Tahun ini terasa spesial karena hasil pelatihan langsung digunakan. Ini menumbuhkan kepercayaan diri santri atas potensi yang mereka miliki,” kata Ita, yang juga alumni Ponpes Darul Ulum Jombang dan pencetus motif batik Garudeya khas Kabupaten Malang.
Respons para santriwati pun menggembirakan. Dita Dwi (19), santriwati asal Tasikmadu, Kota Malang, mengaku awalnya merasa bosan. Namun setelah melihat hasil karyanya sendiri, ia menjadi bangga dan bersemangat.
“Awalnya membosankan, tapi pas lihat hasilnya jadi penasaran. Terima kasih Bu Ita, ini pengalaman berharga,” ucap Dita yang telah enam tahun mondok di Ponpes An-Nur II.
Santriwati lain, Nanda Ayu (19) asal Pasuruan, bahkan bereksperimen membuat motif baru. Ia berani mengeksplor warna lebih banyak dan menghasilkan jilbab dengan gradasi berbeda.
“Saya lihat masih ada sisa pewarna, jadi saya coba kreasikan lagi. Hasilnya beda dari yang lain dan saya puas,” katanya bangga.
Perlu diketahui, teknik Shibori, yakni seni ikat celup dari Jepang dipilih karena relatif sederhana, namun hasilnya tetap estetis dan bernilai ekonomi. Dalam waktu satu hari, para santriwati tak hanya belajar teori, tetapi juga langsung memproduksi jilbab Shibori yang nantinya digunakan sebagai seragam ziarah wali di akhir tahun pelajaran. (Saf)