Penulis: Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) – Hartanto Boechori (Wartawan Utama)
JAVASATU.COM-SURABAYA- Dunia pendidikan setingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Umum (SMU) dan Madrasah Aliyah (MA) berperan utama menggodok kader anak bangsa yang potensial dan berjiwa Nasionalisme tinggi.
Di tingkat pendidikan menengah inilah kepribadian siswa ditempa menjadi kader anak bangsa berjiwa Nasionalisme tinggi atau malah sebaliknya menjadi ‘pribadi perusak’. Di tingkat lebih tinggi lagi yakni Perguruan Tinggi, intelektual dan keahlian lah yang dominan diolah.
Memang di tingkat pendidikan menengah ini ada sekolah kejuruan yang lebih mengarah mengasah keahlian siswa di bidang tertentu seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Tetapi tetap saja, tingkat menengah ini menjadi ‘Kawah Candra Dimuka Penentu’ kepribadian siswa, penerus generasi Bangsa.
Semua stakeholder dunia pendidikan khususnya pendidikan menengah, wajib mempunyai tanggung jawab moral ‘habis-habisan’ atau tanggung jawab moral sangat tinggi untuk menciptakan kader anak bangsa potensial. Menempa siswa menjadi pribadi-pribadi yang benar-benar berguna bagi Nusa Bangsa.
Hal itulah menjadi alasan utama saya meluangkan waktu memenuhi undangan Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur ‘Kunjung Wahyudi’ di Café Hotel Tunjungan Surabaya, Senin (20/6/2022) dengan agenda mendiskusikan beberapa permasalahan krusial di dunia Pendidikan menengah khususnya di Jawa Timur.
Walau sebenarnya saya masih harus menjaga kesehatan saya. Seminggu sebelumnya jantung saya baru ‘naik pangkat’ menjadi ‘Mayor Jenderal’, demikian anekdot atau istilah miring pemasangan 2 ring jantung. Senin (13/6/2022), jantung saya dipasang 2 ring jantung. Ada penyempitan di pembuluh darah jantung saya sisi kanan.
Ada beberapa hal krusial menghadang anak didik kita, Generasi penerus Bangsa kita terancam demoralisasi, dirusak moral kepribadiannya dengan ‘dicekoki paham pembodohan’ menjadi pribadi-pribadi perusak, pembenci, radikal, intoleran dan anti Nasionalisme. Sekurangnya di beberapa sekolah telah terindikasi kuat anak didik kita disusupi paham anarko/anarkisme, paham radikalisme dan intoleransi serta dirusak mental serta moralnya dengan narkoba.
Permasalahan ini bukan sekedar kemungkinan atau rasa was-was belaka. Kunjung Wahyudi bahkan telah didatangi aparat penegak hukum berwenang dan diperlihatkan data intelijen. Ada beberapa kelompok tertentu berupaya ‘memprogram’ siswa dengan cara ‘cuci-otak/brain wash’, merusak moralnya menjadi berpola-pikir sempit yang pada intinya menjadi ‘berpola pikir bodoh’.
Dari bincang-bincang ‘seriosa’ (serius tapi santai) itu, saya sepakat berkomitmen untuk mendukung program Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur itu meningkatkan kewaspadaan semua pemangku jabatan di jajaran Dinas Pendidikan Jawa Timur serta semua pihak terkait termasuk Kepala Sekolah dan jajaran serta para orang tua/wali murid. Kunjung Wahyudi akan melakukan safari ke semua Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk sosialisasi intensif terpadu.
Jurnalis anggota PJI mendukung dari sisi publikasi. PJI juga akan melaksanakan program pembelajaran jurnalistik di sekolah-sekolah di Jawa Timur, baik berbentuk diklat, pelajaran ekstra kurikuler maupun intra kurikuler dan bentuk lainnya. Penanda-tanganan Memory of Understanding (MOU) sedang dipersiapkan. (*)