JAVASATU.COM- Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) mengecam keras tindakan fitnah dan ujaran kebencian yang dilontarkan terhadap Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Prof. Dadan Hindayana.

Koordinator LAKSI, Azmi Hidzaqi, menilai pernyataan yang beredar di media sosial dan menyerang kehormatan Prof. Dadan merupakan tindakan tidak bermoral dan berpotensi melanggar hukum.
“Kami menilai tuduhan dan hinaan terhadap Kepala BGN adalah fitnah keji. Negara wajib memberikan perlindungan hukum terhadap Prof. Dadan yang dirugikan akibat serangan verbal tersebut,” tegas Azmi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/10/2025).
Menurut Azmi, seseorang berinisial AY diduga menjadi pihak yang melontarkan pernyataan bernada kebencian dengan menyebut Kepala BGN dan tim verifikator BGN sebagai “jahanam iblis”, “monyet”, dan “tikus”, serta menuding kantor MBG sebagai “sarang tikus”.
“Kritik ada etikanya. Tidak boleh seenaknya berkata-kata, apalagi dengan sebutan binatang. Itu bukan kritik, tapi penghinaan terhadap harkat dan martabat manusia,” ujar Azmi.
LAKSI menilai, pernyataan tersebut dapat menyinggung jutaan insan BGN yang bekerja di seluruh Indonesia dan telah mencoreng reputasi lembaga yang berperan penting dalam menjaga program gizi nasional.
Azmi juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat tidak boleh dijadikan alasan untuk menyebarkan fitnah dan ujaran kebencian.
“Kami meminta semua pihak agar lebih bijak dalam berbicara di ruang publik. Kritik boleh, tapi jangan sampai merusak nama baik orang lain,” katanya.
Lebih lanjut, Azmi menjelaskan bahwa pernyataan AY telah memuat informasi palsu dan menyesatkan publik.
“Mereka menyebarkan hoaks tentang kondisi kantor BGN yang bertujuan memprovokasi dan merusak kepercayaan masyarakat,” tambahnya.
Ia menduga, tuduhan miring tersebut merupakan upaya menjatuhkan reputasi Kepala BGN sekaligus mengganggu jalannya program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sedang digencarkan pemerintah.
“Fitnah ini bagian dari upaya menggagalkan program strategis pemerintah. Isu-isu yang disebarkan tanpa bukti itu keji dan tidak bermoral,” tegas Azmi.
Dalam pandangan LAKSI, tindakan seperti itu dapat dijerat hukum. Azmi mengingatkan bahwa KUHP, UU ITE, dan UU No. 40 Tahun 2008 mengatur secara tegas mengenai fitnah dan ujaran kebencian.
“Kritik tidak bisa dipidana, tetapi bila disertai kebencian dan penghinaan, bisa masuk ranah pidana. Polisi perlu menindak tegas pelaku agar ada efek jera,” ujarnya.
Sebagai dasar hukum, LAKSI juga merujuk pada Surat Edaran Kapolri No. SE/6/X/2015 yang menjelaskan ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, provokasi, penyebaran berita bohong, hingga hasutan yang berpotensi menimbulkan konflik sosial.
“Kita harus menjaga ruang publik agar tetap sehat. Jangan biarkan media sosial menjadi tempat penyebaran kebencian dan fitnah,” tutup Azmi. (saf)