JAVASATU-SURABAYA- Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) adalah lembaga publik kesenian yang membantu Pemerintah Provinsi Jawa Timur. DKJT merupakan representasi dari persoalan, kepentingan, partisipasi, dan kontribusi kesenian dan seniman serta budayawan dalam pembangunan Provinsi Jawa Timur.
BACA JUGA:
- Dewan Kesenian Jawa Timur Gelar Rapat Pleno, Ini Kedudukan DKJT – Kliktimes.com
-
Rapat Pleno Dewan Kesenian Jawa Timur, Ini Alasan Memakai Presidium – Javasatu.com
Sebagai lembaga publik Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) punya tanggung jawab dalam menggali dan memadukan segenap potensi seni dan budaya dengan mempertimbangkan karakteristik dengan cara memberikan kontribusi gagasan dan usulan pembangunan di berbagai sektor melalui pendekatan wilayah budaya, etnik atau sub-etnik yang berada di tengah-tengah masyarakat Jawa Timur.
Dalam rangka memenuhi tanggung jawab tersebut pada tahun 2021 ini Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) menerbitkan Buku Antologi Seni Budaya DK-Jatim; “Estetika, Makna dan Media”.
Perwakilan Presidium Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT) Eko Suwargono menyampaian latar belakang diterbitkannya buku ini dalam keterangannya pada Kamis (23/12/2021) di Kantor Dewan Kesenain Jawa Timur.
“Buku sederhana yang diterbitkan Dewan Kesenian Jawa Timur ini sengaja diberi tajuk Estetika, Makna, dan Media karena subtansi dari buku ini berbicara tentang tiga hal tersebut. tentu saja tidak secara eksplisit namun mengajak pembaca untuk dapat menangkap pesan subtantif dan esensial dari beberapa tulisan kritis yang disuguhkan,” papar Eko Suwargono
“Bangunan karya seni sebagai pengejawantahan filosofi nilai dan keindahan akan melibatkan media untuk kebutuhan berekspresi dan apresiasi agar dapat terus berdaya, berkembang secara adaptif dan kontekstual berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi,” lanjutnya.
“Selain itu kualitas resepsi dan kreatifitas sang seniman yang terpantul dalam karyanya penting untuk dikaji secara komprehensif. Hasilnya dapat digunakan sebagai refrensi pengembangan karya lebih lanjut,” tambahnya.
Antologi ini berisi kritik dari tiga penulis dari latar belakang yang berbeda, dan tentunya punya wawasan yang luas dan kedalaman berpikir terhadap bidang yang digelutinya.
Wakil Sekretaris Bidang Program Nasar Albatati menyampaikan, “Buku Antologi Seni dan Budaya ini merupakan tulisan kritik dari tiga penulis yang memang punya wawasan yang luas terkait seni dan budaya. Tiga penulis ini memberikan dimensi berbeda pada fenomena budaya yang dituliskannya” jelas Nasar.
“Pertama, Ikhwan Setiawan yang dalam tulisannya melakukan kritik terhadap neo-eksostisisme yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam mengakomodasi dan mentransformasi kesenian sebagai salah satu penopang utama industri pariwisata,” lanjutnya.
“Selanjutnya, Mashuri yang tulisannya berusaha menelusuri posisi budaya dalam prosa dan mengulik strategi para pengarang dalam prosa karangannya. Dalam tulisannya Mashuri berusaha menjelaskan penelusuran yang dilakukan mulai dari beberapa pengarang dunia, terlebih kawasan Anglo-Saxon, dan pengarang dunia, dan secara khusus Jawa Timur,” imbuhnya.
“Terakhir, Syarifuddin yang mencoba menjelaskan bahwa seni rupa hari ini berbeda dengan Seni Rupa di masa-masa yang lalu dimana saat ini kedatangan platform digital memperkaya pandangan tentang seni rupa itu sendiri terutama soal media dan teknis yang di masa sebelumnya teknis dan medium ini sudah dianggap selesai,” pungkasnya.
Ikhwan Setiawan sebagai salah satu penulis dari buku ini memberikan pandangan ketika menulis buku ini.
“Dalam tulisan saya di buku ini saya ingin memperluas pembahasan terkait neo-eksotisisme sebagai formula yang digunakan oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Yakni dalam mengkomodifikasi dan mentransformasi kesenian etnis di Banyuwangi sebagai salah satu penopang utama industri pariwisata” je;las Ikwan yang juga Dosen Sastra Inggris di Universitas Jember ini.
“Secara spesifik dalam tulisan ini saya ingin mendiskusikan lebih detil lagi konsep-konsep yang ditawarkan oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Yakni terkait pemberdayaan kesenian lokal yang disesuaikan dengan trend industri, pariwisata di level global. Dinamika dan permasalahan yang muncul dalam pemberdayaan kesenian etnis dengan menggunakan konsep/formula neo-eksotisisme. Dan kuatnya kepentingan industri pariwisata bernuansa neoliberal,” ungkap laki-laki yang mengambil Magisternya, Prodi Kajian Budaya dan Media, di UGM.(ary)