Kelas Ramai, Prestasi Surut? Urgensi Penataan Ergonomis di Sekolah Indonesia
Oleh: Miftah Aria Kusuma – Mahasiswa Doktor Rekayasa Industri Universitas Islam Indonesia
Di Indonesia, masalah kelas yang terlalu ramai masih menjadi tantangan signifikan dalam bidang pendidikan. Sebuah kelas yang dirancang secara optimal untuk mengajar dan dapat menampung 20-30 siswa kadang-kadang dipenuhi hingga kapasitas maksimalnya lebih dari 50 siswa. Angka dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menunjukkan bahwa hanya sekitar 60% kelas di Indonesia yang memenuhi standar, sementara 40% sisanya menghadapi masalah kepadatan yang berlebihan. Situasi seperti itu membuat guru kesulitan mengatur kelas dan juga menimbulkan ancaman besar bagi kesejahteraan psikologis dan produktivitas siswa.
Ketika kelas mulai menjadi sesak, anak-anak mulai kehilangan ruang yang tersedia untuk bergerak, sehingga membuat mereka tidak nyaman. Sebuah penelitian oleh World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa lingkungan belajar yang dirancang buruk dapat menyebabkan stres, kelelahan, dan defisit perhatian. Dalam jangka panjang, stres ini dapat mempengaruhi kesejahteraan mental peserta didik yang mengarah pada penurunan motivasi untuk terus belajar dan kemudian mencapai prestasi akademik yang lebih rendah.
Ergonomi dan Produktifitas Anak
Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia dan elemen lain dalam sebuah sistem, termasuk ruang belajar. Lingkungan kelas yang ergonomis mencakup tata letak meja dan kursi yang sesuai, sirkulasi udara yang baik, pencahayaan yang memadai, serta jumlah siswa yang ideal. Dalam kelas yang terlalu penuh, semua aspek ini menjadi kompromi. Kursi dan meja yang tidak memadai dapat menyebabkan nyeri otot dan gangguan postur, sementara kebisingan dari banyaknya siswa membuat konsentrasi terganggu.
Satu laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencacat tentang 35% sekolah di daerah kota dan 50% di wilayah desa atau pedesaan masih memiliki kendala ruang kelas. Baik UNESCO (2023) melakukan penelitian juga menemukan hal yang sama , siswa di ruang pendidikan yang memiliki perbandingan guru-siswa yang banyak memiliki skor tes yang lebih rendah di banding siswa yang di dalam ruang pendidikan dengan rasio ideal.
Efek pada Kesehatan Mental
Selain dampak fisik, kelas yang terlalu padat juga berpengaruh besar pada kesehatan mental siswa. Siswa merasa tertekan oleh kurangnya ruang pribadi, sehingga muncul rasa cemas dan ketidaknyamanan yang terus-menerus. Hal ini membuat mereka lebih sulit berpartisipasi aktif dalam kelas dan cenderung menarik diri.
Upaya Pemerintah: Sudah Cukupkah?
Pemerintah sebenarnya telah berupaya mengatasi permasalahan ini melalui program pembangunan sekolah baru dan perbaikan infrastruktur. Misalnya, pada 2022, Kemendikbudristek meluncurkan Program Sekolah Penggerak yang salah satu tujuannya adalah meningkatkan kualitas ruang belajar. Namun, implementasinya masih menghadapi tantangan, seperti keterbatasan anggaran dan distribusi yang tidak merata. Di beberapa daerah terpencil, kondisi kelas yang terlalu penuh masih menjadi pemandangan sehari-hari.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Selain meningkatkan pembangunan infrastruktur, penting juga untuk melibatkan komunitas lokal dan pihak swasta dalam mendukung pendidikan. Sekolah dapat mengadopsi strategi seperti pembelajaran bergilir (shift learning) untuk mengurangi jumlah siswa dalam satu kelas. Di sisi lain, pelatihan guru untuk menciptakan metode pengajaran yang lebih efektif dalam ruang terbatas juga perlu diperhatikan.
Kelas yang nyaman dan mendukung adalah hak setiap anak. Dengan komitmen yang lebih kuat dari semua pihak, kita dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa.
Referensi
-
WHO. (2021). Environmental Factors and Learning Outcomes.
-
UNESCO. (2023). Education Report: Classroom Density in Developing Countries.
-
Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Laporan Statistik Pendidikan Indonesia.
-
Kemendikbudristek. (2022). Data Sekolah Indonesia.