JAVASATU.COM-BATU- Syamsu Soeid, Koordinator Humas Satupena Jawa Timur, bersiap untuk menyajikan performance art monolog berjudul “KURSI” pada Minggu 11 Februari 2024, pukul 19.30 WIB. Syamsoe bekerja sama dengan Drs. Akaha Taufan Aminudin, Koordinator Satupena Jawa Timur. Acara akan digelar di Raos Pondok Seni, Kota Batu, Jalan Panglima Sudirman 6. Masyarakat diundang untuk menghadiri acara ini dan merasakan pengalaman mendalam.

Dalam monolognya, Syamsu Soeid akan membawa penonton menjelajahi makna mendalam kursi dalam budaya Jawa.
“Ini bukan sekadar pertunjukan, tetapi perjalanan spiritual yang mengungkapkan makna filosofis kursi dalam kehidupan sehari-hari dan budaya Jawa,” kata dia, Sabtu (10/02/2024) melalui keterangan tertulisnya.
Menurutnya, Kursi, sering dianggap sebagai perabotan rumah tangga penting untuk duduk, ternyata memiliki makna yang lebih mendalam. Dalam konteks masyarakat Jawa, kursi bukan hanya tempat duduk, tetapi juga simbol kedudukan dan falsafah.
“Posisi duduk pada kursi dapat menentukan status sosial seseorang dalam hierarki masyarakat. Kursi juga digunakan dalam upacara adat sebagai lambang kedudukan atau tanda penghormatan kepada tamu,” terangnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, dalam pandangan falsafah Jawa, kursi tidak hanya menjadi objek fisik, melainkan juga melambangkan keseimbangan antara tubuh dan roh. Dalam kosmologi Jawa, kursi dianggap sebagai pengendali dunia dan bagian dari alam semesta yang dikuasai oleh para dewa.
“Pemahaman ini memberikan nilai lebih pada penggunaan kursi dalam upacara adat, yang dianggap sebagai hubungan erat dengan dunia roh,” tekannya.
“Kursi bukan hanya alat duduk, melainkan simbol yang kaya makna dalam budaya Jawa. Dengan monolog ‘KURSI,’ kami berusaha menyelami dan menyampaikan kedalaman makna ini kepada masyarakat,” imbuhnya menerangkan.

Acara ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat tentang nilai budaya dan filosofis kursi dalam kehidupan sehari-hari.
“Dengan menghadiri monolog ini, penonton diundang untuk merenungkan peran kursi dalam menciptakan keseimbangan antara tubuh dan roh serta menyelamatkan makna yang terkandung dalam budaya Jawa,” tandasnya. (Saf)