Javasatu,Malang- Sengketa lahan seluas 68 antara warga dengan PT Wonokoyo Jaya Corporindo di Desa Majang Tengah, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang memasuki agenda persidangan pembacaan keterangan terdakwa.
Usai sidang di Pengadilan Negeri Kabupaten Malang di Kepanjen, salah satu terdakwa mengaku jika dirinya tidak memiliki legalitas sertifikat resmi dari BPN, serta ia berani menggarap lahan atas rekomendasi LSM Lembaga Aliansi Indonesia (LAI).
“Saya gak ada sertifikat cuman hak garap dari LAI saja,” ujar pria yang mengku bernama Abdul Hanan (46) warga Desa Pamotan, Kecamatan Dampit, Selasa (27/4/2021).
Hanan mempercayai LAI karena LSM itu akan berhasil dalam memperjuangkan hak rakyat atas sengketa tanah di daerahnya.
“Karena ada tanggung jawab dari LAI pusat. Karena akan diuruskan sertifikat tanah. Di daerah-daerah lain LAI itu sukses meningkatkan hak garap menjadi sertifikat,” sambungnya.
Meski begitu, Hanan yang juga sudah menggarap tanah seluas 5×10 meter itu bersedia mundur jika mengacu pada kondisi tertentu.
“Saya masih yakin. Kuasa hukumnya juga dari LAI. Tapi saya siap mundur jika Wonokoyo (PT Wonokoyo Jaya Corporindo, red) punya sertifikat itu asli dan sampai ke pusat,” katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Terdakwa, Wagiman Somodimedjo SH MH membenarkan bahwa masyarakat dalam memperoleh hak garap dari LAI tersebut tidak gratis.
“Masyarakat tidak tahu dan sudah membayar sejumlah uang. Masyarakat sudah percaya (LAI). Saya sebagai pengacara di satu sisi masyarakat butuh pembelaan hukum,” tuturnya.
Wagiman juga turut merinci nilai pembayaran yang disetorkan warga untuk mendapat hak garap dari LAI.
“Biayanya ada untuk perpanjangan KTA (kartu tanda anggota) Rp 250 ribu dan hak garap Rp 300 ribu. Dibayarkan setiap perpanjangan. Saat ini sudah 2 kali perpanjangan. Semuanya anggota (yang menggarap lahan, red),” tutupnya.
Ditempat yang sama, Departemen Aset Manajemen PT Wonokoyo Jaya Corporindo, Julius Siwalette menegaskan bahwa sejak tahun 2018 sudah mengantongi sertifikat hak milik yang di beli dari PT Margosuko.
“Sertifikat itu sudah diperpanjang. Perpanjangan setelah 6 bulan atau 1 tahun itu beralih ke kita (dari PT Margosuko, red). Jual beli kami MOU mulai pada 2018,” ujar Julius ketika ditemui usai persidangan.
Julius juga mengkiaskan perusahaan sekelas PT Wonokyo tidak akan ceroboh dalam hal investasi pembelian lahan.
Kedepan, lahan seluas 68 hektar itu akan dijadikan sebagai pabrik industri perunggasan terpadu.
“Gak mungkin kita investasi besar dengan kepemilikan abal-abal. Kami sudah pernah presentasi dan tunjukkin secara sekilas (sertifikat, red). Kalau dilihat dari jual beli kami ikuti dari negara (BPN). Intinya seperti itu,” tegasnya. (Agb/Saf)