JAVASATU.COM- Di tengah derasnya arus digital dan tantangan zaman, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Bahjah di Cirebon hadir dengan pendekatan unik: menggabungkan kurikulum akademik modern dengan tradisi pesantren. Kini, kampus di bawah naungan Buya Yahya itu tengah bersiap naik status menjadi universitas.

Langkah ini tak sekadar ekspansi kelembagaan, tapi strategi kaderisasi ulama yang tak gagap teknologi dan tetap kuat dalam dasar keilmuan Islam.
“Ke depan insyaAllah akan menjadi universitas dengan minimal empat fakultas baru,” kata Ustaz Imam Abdullah, Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni STAI Al-Bahjah, dalam keterangan tertulis diterima redaksi Javasatu.com pada Kamis (22/5/2025).
Pesantren Rasa Kampus, Kampus Rasa Pesantren
Tak seperti kampus Islam kebanyakan, STAI Al-Bahjah menerapkan dual kurikulum: kombinasi standar pendidikan nasional dan kurikulum khas pesantren. Mahasiswa belajar ilmu akademik seperti ekonomi syariah dan matematika, namun tetap wajib mendalami fikih, akidah, hingga teknik dakwah.
Saat ini, ada tiga program studi: Ekonomi Syariah, Manajemen Pendidikan Islam, dan Tadris Matematika. Tapi rencana pengembangan lebih besar sudah disiapkan.
“Kami sedang merancang kampus masa depan, dengan program seperti Manajemen Haji dan Umrah, multimedia, HKI, politeknik, hingga ilmu kesehatan,” lanjut Ustaz Imam.
Keduanya, Buya Yahya dan istrinya, juga terlibat langsung dalam pengajaran—terutama pada mata kuliah usul fiqih, yang jadi fondasi berpikir Islam.
Mencetak Sarjana yang Ulama
STAI Al-Bahjah mengusung misi tegas: mencetak sarjana yang sekaligus ulama. Targetnya, lulusan tak hanya pintar secara akademik, tapi juga matang dalam ilmu agama dan siap terjun ke masyarakat.
Proses kaderisasi dilakukan ketat, yakni mulai dari daurah intensif, latihan khutbah, mengajar santri, hingga menjadi penerjemah tamu asing. Setelah lulus, mahasiswa masuk tahap lanjutan melalui subdivisi dakwah.
“Mereka dilatih jadi da’i profesional, termasuk public speaking dan penjadwalan pengajian,” kata Ustaz Imam.
Kolaborasi Lintas Sektor: Pendidikan Tak Bisa Jalan Sendiri
Langkah STAI Al-Bahjah tidak berdiri sendiri. Institusi ini juga menjalin kemitraan strategis dengan dunia usaha, salah satunya PT Tambang Meranti Mulia Sejahtera (TMMS) lewat Rimba Foundation yang mendanai puluhan mahasiswa lewat program beasiswa pendidikan penuh.
CEO TMMS Herryan Syahputra mengatakan, kolaborasi ini bagian dari komitmen keberlanjutan perusahaan.
“Kami ingin tumbuh bersama masyarakat. Tak hanya lewat inovasi teknologi tambang, tapi juga lewat dukungan terhadap generasi muda dan lembaga pendidikan,” ujarnya.
TMMS mengaku mengedepankan transformasi digital, efisiensi ramah lingkungan, serta keterlibatan aktif dalam isu sosial, dari sekolah sepak bola, beasiswa, hingga program ke pesantren.
Pendidikan Agama Tak Bisa Ketinggalan Zaman
Langkah STAI Al-Bahjah jadi bukti bahwa pendidikan agama bisa dan harus menyesuaikan dengan kebutuhan era. Ulama masa depan tak cukup hanya hafal kitab, tapi juga perlu paham konteks sosial, budaya, dan teknologi.
Dengan fondasi kuat di pesantren dan wawasan akademik modern, STAI Al-Bahjah menjelma jadi role model: membentuk ulama intelek, bukan hanya mubaligh konvensional. (Arf)