JAVASATU.COM- Tiga tahun berlalu sejak tragedi Kanjuruhan menewaskan 135 penonton di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, namun kasus ini masih belum tuntas. Pelaku utama dalam tragedi tersebut belum sepenuhnya terungkap, meski kepengurusan PSSI dan jajaran kepolisian telah berganti.

Tragedi itu terjadi pada laga Arema FC melawan Persebaya pada 2 Oktober 2022, dan menimbulkan duka mendalam bagi keluarga korban dan pendukung Arema, yang hingga kini rutin menggelar tahlilan di Gate 13, lokasi kejadian.
Nuri Hidayat, keluarga korban menegaskan bahwa apapun bentuk kompensasi tidak bisa menggantikan nyawa yang hilang.
“Kami tetap mengenang mereka setiap tahun. Restitusi atau kompensasi tidak akan pernah cukup untuk nyawa yang hilang”, Rabu (1/10/2025), saat menghadiri Munajat Akbar dan Doa Bersama di Stadion Kanjuruhan Malang.
Pemerintah telah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk menyelidiki tragedi ini.
TGIPF menyebut ada kelalaian aparat, termasuk penggunaan gas air mata yang memicu kepanikan massal. Hasil investigasi merekomendasikan hukuman tegas bagi pihak-pihak yang terlibat.

Hingga kini, beberapa individu telah dijatuhi hukuman. Ahmad Hadian Lukita, Dirut PT LIB, wajib lapor satu tahun; Suko Sutrisno, security officer Arema FC, dijatuhi satu tahun penjara; dan Abdul Haris, panpel Arema FC, dihukum satu tahun enam bulan.
Sementara itu, tiga polisi yang ditetapkan sebagai tersangka yakni, Achmadi, Hasdarman, dan Wahyu Setyo mendapat hukuman berbeda. Hasdarman dihukum 1,5 tahun, sedangkan Achmadi dan Wahyu Setyo masing-masing dijatuhi 2 hingga 2,5 tahun penjara.
Masyarakat, terutama keluarga korban dan Aremania, masih menuntut agar seluruh pihak yang terlibat bertanggung jawab sepenuhnya, termasuk pihak utama yang menyebabkan tragedi itu, agar keadilan bisa ditegakkan dan kejadian serupa tidak terulang. (dop/saf)