Javasatu,Malang- Akibat dianggap bertentangan dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional serta Penataan dan Pengendalian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, investasi LGI di wilayah Kabupaten Malang masih belum jelas.
Kondisi itu diperparah dengan belum adanya rencana revisi terhadap Perda , juga belum masuk dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) 2020
Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.
Sehingga antara Perda dan Inpres tersebut terkesan tidak ada keselarasan antara kebijakan Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat.
Akibatnya, rencana Investasi PT. Lotte Grosir Indonesia di Kabupaten Malang menjadi terganjal dengan Persa itu. Apalagi dalam Ranperda tahun 2020 mendatang tidak masuk dalam pembahasan.
DPRD Kabupaten Malang di tahun 2020 mendatang hanya akan membahas 12 rancangan Peraturan Daerah yang diprakarsai oleh Pemerintah Kabupaten Malang.
Keduabelas Raperda itu, diantaranya pertanggungjawaban APBD 2019; perubahan ABPD 2020; anggaran ABPD 2021; perubahan atas Perda nomor 3 tahun 2010 tentang rencana tata ruang wilayah Kabupaten Malang; serta rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi bagian wilayah perkotaan Lawang 2020-2040.
Kemudian, rencana detail tata ruang dan peraturan zonasi bagian wilayah perkotaan Karangploso 2020-2040; pengawasan mutu dan keamanan pangan segar asal tumbuhan; pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah daerah.
Selanjutnya, perusahaan perseroan daerah Bank Perkreditan Rakyat Artha Kanjuruhan; perubahan kedua dan kelima atas Perda nomor 10 tahun 2010 tentang retribusi jasa umum. Dan terakhir, perubahan kedua atas Perda nomor 9 tahun 2016 tentang pembentukan dan susunan perangkat daerah.
Ketua DPRD Kabupaten Malang, Didik Gatot Subroto bahkan mewanti-wanti agar organisasi perangkat daerah (OPD) melakukan evaluasi terkait seluruh peraturan daerah (Perda) yang sudah disahkan.
“Kita sudah menghasilkan banyak sekali Perda. Agar seluruh Perda berjalan efektif, diharapkan semua OPD melakukan evaluasi terhadap Perda yang sudah disahkan,” ucapnya.
Untuk itu, lanjut Didik, dari Perda-perda yang ada harusnya di evaluasi agar produk Perda tersebut dinilai berbobot.
“Kita evaluasi dulu, setelah itu kita kawinkan atau kristalisasi beberapa perda sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo. Negara kita ini bukan negara peraturan, jika banyak peraturan akan bisa menjebak kita sendiri,” tegasnya.
Akan tetapi, ketika ditanya tentang Perda nomor 3 tahun 2012, tentang perlindungan dan pemberdayaan pasar tradisional serta penataan dan pengendalian pusat perbelanjaan dan toko modern, Didik enggan berkomentar banyak. Bahkan, Didik, membelokkan jawaban yang lebih spesifikasi pada 12 Raperda tersebut.
“Menurut saya, produktivitas Dewan tersebut bukan dinilai dari banyak Perda yang di hasilkan, tapi kualitas Perda tersebut,” pungkasnya.
Dengan demikian, semakin menguatkan kebenaran isu dilapangkan tentang penolakan izin pembangunan gerai Lotte Grosir Indonesia, diduga ada intervensi dari pihak luar atau mafia tanah dan perizinan, entah itu pihak swasta atau oknum legislatif.
Sehingga pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang sendiri tidak berani mengeluarkan izin. Sebab keinginan pihak luar atau mafia tanah dan perizinan itu, berkeinginan Lotte Grosir Indonesia membeli lahannnya, namun lahan yang dibeli bukan milik pihak luar tersebut. (Agb)