JAVASATU.COM-SURABAYA- Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) membongkar siapa saja pihak yang paling bertanggung jawab atas pencemaran sampah plastik di Indonesia. Lewat Sensus Sampah Plastik 2022–2024, BRUIN mengidentifikasi lima produsen besar sebagai penyumbang utama polusi plastik di sungai, pantai, dan kawasan pesisir Tanah Air.

Dalam riset yang dilakukan selama tiga tahun di 92 titik di 49 kabupaten/kota di 30 provinsi, BRUIN mengumpulkan 76.899 sampah plastik. Hasilnya mencengangkan: tidak ada satu pun sungai di Indonesia yang bersih dari sampah plastik. Padahal, PP Nomor 22 Tahun 2021 mewajibkan kualitas air bebas dari limbah domestik.
Koordinator Sensus BRUIN, Muhammad Kholid Basyaiban, menyebut sebagian besar lokasi riset berada di aliran sungai.
“Sekitar 65 persen titik pengambilan sampel berada di sungai, dan semuanya tercemar,” ujarnya, Rabu (26/6/2025).
Inilah 5 Dalang Utama Polusi Plastik di Perairan Indonesia:
-
Unbranded – 23%: kantong kresek, styrofoam, sedotan, cup plastik, tali rafia
-
Wings Group – 11%: Soklin, Ale-ale, Daia, Mama Lime, Teajus
-
Indofood – 9%: Indomie, Club, Pop Mie, Indomilk
-
Mayora – 7%: Le Minerale, Teh Pucuk Harum, Roma, Energen
-
Unilever – 6%: Royco, Rinso, Molto, Sunlight
Sementara itu, merek kemasan yang paling banyak ditemukan di lapangan adalah Club (2.271 pcs), Indomie (1.977 pcs), Le Minerale (1.708 pcs), SoKlin (1.699 pcs), dan Teh Pucuk Harum (1.445 pcs).
Menurut Prigi Arisandi, peneliti senior sekaligus pendiri ECOTON, dampak pencemaran ini sangat serius.
“Sampah kemasan pascakonsumsi mencemari sungai, merusak ekosistem, dan memperparah krisis iklim lewat mikroplastik serta senyawa beracun yang masuk rantai makanan,” tegasnya.
Produsen Diduga Abaikan Tanggung Jawab
Riset BRUIN mendesak penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) yang lebih tegas. Selama ini, produsen dinilai belum cukup aktif dalam mengelola limbah kemasan yang mereka hasilkan. Sachetan dan plastik sekali pakai sulit didaur ulang tetap mendominasi pasar.
Dr. Susi Agustina Wilujeng, Kepala Departemen Teknik Lingkungan ITS, menilai regulasi yang ada belum tajam menjerat produsen.
“Kalau hanya berharap pada konsumen berubah perilaku, itu mimpi. Harus ada tekanan dan sanksi hukum ke produsen,” katanya.
Aktivis muda Aeshnina Azzahra Aqilani dari River Warrior Indonesia juga menyoroti lemahnya implementasi Permen LHK No. 75/2019.
“Produsen cuma mengecilkan kemasan tanpa mengubah material. Tidak ada dorongan serius ke arah kemasan ramah lingkungan,” tegasnya.
6 Jurus BRUIN Atasi Polusi Plastik
BRUIN menyerukan enam kebijakan taktis untuk menekan pencemaran plastik:
-
Larangan plastik sekali pakai sulit daur ulang seperti sachet
-
Penerapan sistem guna ulang (reuse)
-
Pajak untuk produk dengan kemasan berisiko tinggi
-
Insentif untuk industri ramah lingkungan
-
Green procurement di sektor pemerintah dan swasta
-
Penerapan EPR dengan sanksi administratif hingga pidana
Semua rekomendasi ini tertuang dalam buku riset BRUIN bertajuk “Sensus Sampah Plastik: Mengungkap Fakta, Menggerakkan Aksi.”
“Perang melawan sampah plastik harus dimulai sekarang. Dalangnya sudah jelas, tinggal kemauan politik dan penegakan hukum yang ditunggu,” pungkas Kholid. (Bas/Saf)