JAVASATU-MALANG- Malang Corruption Watch (MCW) menilai Aparat Penegak Hukum (APH) di Malang Raya disinyalir masih pasif dalam melakukan investigasi kasus Korupsi bantuan sosial (bansos). Hal itu diungkapkan Divisi Advokasi MCW, Ahmad Adi, dalam rilisnya pada Senin (23/8/2021).
“Itu terbukti dengan adanya beberapa kasus yang kami (MCW) laporkan, yakni atas dugaan korupsi Bansos Desa Selorejo, Kecamatan Dau dan Dugaan Penyelewengan penggunaan Tanah Kas Desa Ampeldento, Kecamatan Pakis yang hingga saat ini masih belum ada kejelasan,” jelasnya.
Adi meminta, APH harus mengusut tuntas kasus korupsi serta memberikan hukuman yang seadil-adilnya kepada tersangka yang terbukti bersalah.
“Jika diterus-teruskan, tentu akan mengikis kepercayaan publik terhadap lembaga APH di daerah. Karena perilaku korupsi merupakan perilaku melawan hukum, apalagi dilakukan selama situasi pandemi ini,” tegasnya.
MCW bercermin pada kasus bansos beberapa hari lalu yang melibatkan salah satu pendamping bansos PKH. Menurut MCW, kasus korupsi serupa juga sangat berpotensi terjadi di wilayah lain di wilayah Malang Raya.
“Penetapan tersangka itu atas dorongan dari Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini. Jika tidak ada dari pejabat dengan struktural tinggi, maka tidak akan terbongkar,” ucap Divisi Advokasi MCW, Ahmad Adi, dalam rilisnya.
Untuk itu, tambah Adi, MCW berharap Pemerintah terkait dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Malang harus melakukan upaya preventif dan edukatif untuk mencegah korupsi oleh Pendamping PKH terjadi kembali.
“Dinsos harus mengembalikan marwah PKH sebagai pihak yang dipekerjakan untuk mendampingi KPM Keluarga Penerima Manfaat sebagai peserta PKH. Karena, PKH itu bertugas melakukan mediasi, dan advokasi bagi KPM PKH dalam mengakses layanan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial,” pintanya.
Lebih lanjut, Adi meminta kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dalam merumuskan kebijakannya haruslah mempertimbangkan pastisipasi publik seluas-luasnya.
Sebab, pandemi seharusnya bukanlah menjadi alasan untuk tertutup dalam merumuskan kebijakan (misalnya di sektor anggaran).
Baca Juga:
Korupsi yang dilakukan diranah daerah seperti ini tidak bisa lepas karena faktor tertutupnya informasi serta minimnya pastisipasi publik.
“Dengan kehadiran serta kepedulian publik tersebut, maka potensi korupsi lambat laun bisa ditekan,” tutupnya. (Agb/Nuh)