JAVASATU-MALANG – Merasa dirugikan dan sudah mengambil langkah kekeluargaan namun masih menemui jalan buntu. Seorang warga Desa Pringu Kecamatan Bululawang bernama Basuki habis kesabaran, hingga akhirnya harus melaporkan kasus penyerobotan tanah miliknya ke Polres Malang.

10 orang yang dilaporkan itu, karena diduga menyerobot tanah seluas 600 m² milik Basuki dari 1.850 m² yang berada di Dusun/Desa Codo Kecamatan Wajak. Diantaranya yang menyerobot, dengan mengatakan tanah itu miliknya hingga ada yang membangun rumah di tanah milik Basuki.
“Tanah itu sudah saya beli dari Edi Suyono, dimana dalam prosesnya, Edi ini menguasakan kepada Nurhasyim. Tanah itu sah miliknya Suyono. Itu juga sesuai dengan Keputusan dan Ketetapan dari Pengadilan Negeri,” ujar Basuki, Selasa (12/10/2021).
Basuki menyesali dengan permasalahan ini, karena hingga saat ini tanah yang dimiliki belum bisa digarap, ia malah merasa dipersulit oleh oknum perangkat desa dengan berbagai alasan. Bahkan hal itu berlarut-larut, hingga sejak sekitar 5 tahun lalu, ada bangunan yang berdiri di sebagian tanah milik Basuki.
“Pernah dikumpulkan tapi juga tidak ada tindak lanjut. Kepala desa malah menuduh AJB saya tidak sesuai dengan AJB yang melalui Pemdes (Codo),” tegas Basuki.
Basuki hanya berharap bahwa tanahnya bisa ia manfaatkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Apalagi sebelumnya, ia juga pernah membuka diri untuk menempuh jalur damai.
“Ya pinginnya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Kalau awalnya tanah itu kosong, ya sudah saya maunya kosong saja dulu,” pungkas Basuki
Sementara itu Kuasa Hukum Basuki menyebut bahwa sudah melakukan pendekatan dengan pihak desa, ditanggapi namun tidak membuahkan hasil yang diharapkan.
“Karena sudah saya somasi sebanyak dua kali, dan tidak ada respon, jadi saya laporkan ke SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu) Polres Malang,” ujar kuasa hukum Basuki, Didik Lestariono, Selasa (12/10/2021) sore.
Dalam laporan tersebut, diduga terdapat unsur penguasaan lahan tanpa hak. Sesuai dengan pasal 167 KUHP. Selain itu, Didik juga menduga ada upaya pemalsuan data yang dilakukan oleh Kepala Desa Codo.
Sebab dari pengamatannya, tanah tersebut sudah pernah dilakukan eksekusi dua kali, dan tentu di dalam prosesnya, Kepala Desa yang bersangkutan pasti mengetahui.
“Sekarang di (tanah) itu, muncul sertifikat dan ada AJB juga. Kalau ada yang mensertifikatkan tanah itu, pasti juga diketahui Kepala Desa juga. Nah kalau melalui (Pemerintah) Desa, kenapa tidak mencegah atau menghentikan. Seharusnya, Kepala Desa bisa menjelaskan kalau yang berhak atas tanah tersebut adalah pemohon eksekusi,” tukas Didik. (Agb/Saf)