Javasatu, Maluku- Kisah Warga Maluku yang nyawanya melayang sungguh menyedihkan. Ia warga Desa Wolu, Kecamatan Teluti, Kabupaten Maluku Tengah, Ayut Sepa yang sedang sakit parah meninggal dunia.
BACA JUGA: Rombongan Istri Gubernur Maluku Sebabkan Nyawa Pasien Melayang – Javasatu.com
BACA JUGA: Breaking News: Piala Wali Kota Solo Batal – Kliktimes.com
Nyawanya tidak tertolong lantaran terlambat mendapat penanganan medis di rumah sakit. Kejadian itu berawal saat korban dirujuk dari RSUD Masohi menuju Kota Ambon dengan ambulance, namun tertahan di dermaga penyeberangan antarpulau Waipirit, Kabupaten Seram Bagian Barat pada Jumat (25/6/2021).
Mobil ambulance yang membawa korban tertahan di dermaga Waipirit dan tidak bisa menyeberang ke dermaga Hunimua, Pulau Ambon. Diduga karena harus menunggu rombongan ‘orang penting’ di Maluku.
“Kita tertahan di dermaga feri Waipirit sekitar 5 jam,” kata Yuniati Sepa, anak kandung korban dihubungi sentraltimur.com (partner Javasatu.com), Minggu (27/6/2021).
Dia menuturkan, bersama keluarganya membawa ayahnya yang dalam keadaan koma dengan bantuan oksigen dari RSUD Masohi usai salat Jumat. Mereka tiba di dermaga Waipirit sekira pukul 17.00 WIT.
“Saat tiba jam 5 sore kita sudah ketinggalan feri, tapi ada satu feri yang sandar di dermaga Waipirit,” ujarnya.
Ambulance yang membawa ayahnya masuk di antrean mobil nomor urut satu. Tapi sayang setelah menunggu berjam-jam KM Sardinela yang sedang bersandar di dermaga itu. Ternyata tidak juga mengangkut penumpang dan kendaraan yang telah antre. KM Sardinela merupakan armada transportasi laut yang dikelola PT Panca Karya, BUMD milik Pemerintah Provinsi Maluku.
Anak Korban Menghadap Kapten Kapal
“Saya lalu menemui petugas di dermaga, saya juga menghadap kapten kapal. Saya memohon kepada mereka agar kapal segera berangkat tapi tidak ada yang merespon padahal ayah saya dalam kondisi kritis,” katanya.
Menurutnya saat berkoordinasi dengan petugas feri dan pegawai ASDP, ternyata KM Sardinela tidak bisa mengangkut penumpang karena sedang menunggu rombongan yang pulang dari pantai Ora, kabupaten Maluku Tengah.
“Mereka umumkan kepada kita bahwa kapal tidak bisa keluar (berlayar) karena masih menunggu rombongan yang akan naik kapal feri itu,“ kata Yuniati.
Di tengah kekhawatiran yang memuncak, Yuniati mengaku sempat meminta sopir mengeluarkan mobil ambulance dari antrean menuju Puskesmas terdekat untuk mencari oksigen tambahan.
Sebab kata dia oksigen yang terpasang di ayahnya tersisa 1.000 liter, dan itu tidak akan cukup untuk membantu ayahnya ke Ambon.
“Kita dari Masohi dengan oksigen 3.000 liter, sampai di dermaga Hunimua itu saya pantau terakhir tersisa 1.000 liter. Kebetulan saya kerja di kesehatan normalnya itu per menit 5 liter oksigen tapi karena kondisi darurat terpaksa kita turunkan jadi 2 liter per menit dan itu membuat kondisi ayah saya semakin kritis, dan tak sadarkan diri,” ungkapnya.
Yuniati mengaku ayahnya baru bisa menyeberang setelah ada kapal lain masuk ke dermaga Waipirit sekira pukul 21.00 WIT. Kapal itu berlayar menuju dermaga penyeberangan Hunimua, Pulau Ambon sekira pukul 21.48 WIT.
“Itu pun setelah kita naik ke kapal tidak langsung berangkat, karena alasan pegawai ASDP air surut jadi belum bisa berangkat,” katanya.
Karena kondisi tersebut nyawa ayahnya tidak tertolong. Tiba di RS Al Fatah Ambon, ayahnya meninggal dunia.
“Bapak meninggal dunia di RS Al Fatah Ambon. Seandainya tidak terlambat di dermaga Waipirit mungkin nyawanya masih bisa tertolong,” ujar Yuniati.(mms/ary)
Comments 16